Oleh: Yusuf Ibrahim, Wartawan Senior Olahraga
RUANGPOLITIK.COM – Perhelatan Piala Asia 2023 menyajikan data dan fakta kekinian mengenai persepakbolaan Indonesia yang diwakili oleh Tim Nasional Senior PSSI dibawah asuhan Shin Tae-yong (STY).
Pertandingan perdana melawan Irak, Indonesia tunduk 1-3. Ada kontroversi soal gol lawan yang diduga terjadi dalam posisi off-side. Indonesia kalah tapi melawan.
Dalam pertandingan kedua, Indonesia menghadapi negara sekawasan, Vietnam. Banyak yang meragukan Indonesia sulit menang.
Hal itu tidak terlepas dari record pertemuan sebelumnya dan Vietnam mampu mencetak dua gol ke gawang Jepang. Tapi nyatanya Timnas menang 1-0.
Kontra Vietnam, Timnas Indonesia bermain bagus. Vietnam repot dan frustasi meladeni Rafael Struick, Justin Hubner, Sandy Walsh, Asnawi dan kawan-kawan.
Tidak ketinggalan Marselino Ferdinan pun mampu memunculkan peluang. Hingga Indonesia unggul 1-0.
Vietnam yang skuadnya dikenal patriotik, harus kalah dari skuad Indonesia yang tampil heroik.
Optimisme untuk lolos ke babak 16 besar merebak, sebagaimana target STY. Yang meragukan STY, habis diserang dan dicaci-maki di sosmed. Padahal perjuangan belum selesai dan target belum tercapai.
Tapi di negeri ini, itu biasa. So, yang membesar-besarkan dan bikin jadi luar biasa seolah tak paham maunya sepak bola.
Namun, target dan impian lolos rupanya tak seperti di dunia politik pemilu yang syarat kepentingan. Timnas harus mampu menahan seri atau mengalahkan Jepang. Timnas juga bergantung pada pertandingan tim peserta negara lain karena poin yang dimilikinya.
Pertandingan melawan Jepang sudah dilalui semalam (24/1/2024). Indonesia kalah 1-3. Dua gol Ayase Ueda dan gol bunuh diri Justin Hubner berbalas gol Sandy Walsh membenamkan Indonesia.
Sepakbola Jepang memang jauh di atas Indonesia. Sisi kiri dan kanan pertahanan Indonesia dieksploitasi dan disiksa sedemikian rupa oleh anak-anak Jepang.
Secara keseluruhan Jepang menampilkan permainan kelasnya, cepat, rapat, kuat dan menekan setiap Indonesia menguasai bola. Ampun.
Jika memakai pendekatan filsafat untuk meneropong perjalanan Timnas PSSI di ajang Piala Asia kali ini, ada tampilan tegas kewajiban Timnas kita untuk menguasai, pertama, aspek ontologis berupa pemahaman taktik dan strategi permainan sendiri dan lawan. Dan mengetahui kualitas teknik setiap pemain sendiri dan lawan.
Saat ini Timnas Senior memiliki rerata usia 23,88 tahun di ajang Piala Asia 2024. Pemain tertua adalah bek Jordi Amat, sedangkan gelandang Marselino Ferdinan yang termuda, 19 tahun.
Dari aspek usia tentu, Timnas dapat dan akan berkembang. Terlebih beberapa pemain berlaga di Eropa, sehingga dengan kesempatan berkompetisi di liga-liga Eropa, idealnya mampu mengembangkan kemampuan teknik dan taktik, sekaligus mengembangkan aspek fisik-atletik.
Aspek ontologis kedua adalah fakta bahwa Timnas diisi oleh pemain asli Indonesia dan pemain naturalisasi. Ditambah pelatih Shin Tae-yong berkebangsaan Korea Selatan.
Ada tantangan di sini, soal komunikasi antar pemain dan pemain-pelatih. Baik dalam pelatihan maupun dalam pertandingan. Ada beberapa bahasa yang tergunakan di Timnas saat ini; Indonesia, Korea, Inggris, dan Belanda.
Ontologi merupakan cabang filsafat yang menampilkan pemahaman mengenai sesuatu yang ada sesuai dengan ke”ada”annya.
Fakta bahwa pemain timnas baru bermain bersama di saat ini. Pemahaman antarpemain belum terbangun benar. Sediaan pemain dengan kualitas teknik dan kemampuan fisik akan mempengaruhi kemampuan bermain secara tim.
Kualitas teknik dan kemampuan fisik sudah ditentukan standarnya oleh pelatih dan akan mempengaruhi pilihan taktik serta strategi yang digunakan.
Pengamat senior sepakbola nasional Reva Deddy Utama dari ANTV-TVone berpendapat, “Salah satu tantangan STY adalah menyatukan pemain, karena pemain itu, praktis baru main bersama sekarang. Berbeda dengan pelatih timnas negara kelas satu Eropa dan Asia.
Mayoritas pemainnya sdh bermain bersama sejak usia dini. Baru setelah dewasa umumnya pada usia 23 ke atas bermain di Eropa atau kompetisi lokal. Ini menyatukannya tidak sulit karena sudah bermain bersama sejak kecil. Seperti tim Jepang, atau Brasil, dan Jerman. Hampir 80% pemainnya sudah bersama sejak usia 16 dan 17 tahun. Sedangkan STY baru main bersama setelah berangkat dewasa, jadi chemistry antar pemain dimulai dari awal.”
Dalam pertandingan melawan Jepang terlihat bahwa peningkatan kemampuan fisik dan teknik merupakan suatu keniscayaan bagi Timnas untuk mensejajarkan diri dengan tim-tim level 2 Asia seperti Qatar, Jordania, UEA dan Palestina yang tengah berperang dan timnas nya mampu berada di 16 besar.
“Timnas kita masih ada di level 3 Asia bersama Thailand, Vietnam, India dan Malaysia. Tapi kita sedang menatap ada di level 2. Sedikit lagi gabung ke level 2 Asia jika serius dan bersabar dalam proses” kembali Reva Deddy berpendapat.
Penguasaan aspek ontologis persepakbolaan Indonesia merentang mulai sistem pembinaan berjenjang usia, kompetisi berdasarkan jenjang usia, liga yang terkelola dengan sistem dan aturan yang mapan, mentalitas patuh pada aturan dan keputusan wasit, integritas kompetisi, pengurus yang fokus pada persepakbolaan serta kepemimpinan yang memiliki ideologi dan filosofi sepakbola.
Dukungan dan kritik pemangku kepentingan seperti insan sepakbola dibutuhkan secara objektif dan realistis serta memberikan penghargaan dalam takaran yang wajar.
Jangan saling baperan dan emosi jika dikritisi, karena semuanya demi kegemilangan sepak bola nasional ke depan.
Setelah aspek ontologi terpenuhi berdasarkan kebutuhan dan target, maka aspek epistemologi menjadi bidang yang berada di tahap berikutnya. Sistem berpikir dalam bermain pada Timnas dibangun dan dikembangkan berdasarkan sediaan aspek ontologis.
Tidak mungkin sediaan ontologis dipaksakan untuk membangun aspek epistemologis yang lebih tinggi. Proses mematangkan timnas dilakukan diantaranya dalam sistem kompetisi berjenjang dan uji coba dengan timnas yang lebih tinggi peringkatnya. Hasilnya adalah identitas permainan, mentalitas mau menang dan tidak ingin kalah.
Timnas Indonesia pada Pra Piala Dunia 1986 adalah contoh terbaik. Pemahaman taktikal pelatih serta pengalaman merupakan modal epistemologis untuk menciptakan Timnas yang tangguh. Tentu proses adalah suatu keniscayaan untuk tiba pada tujuan tersebut.
Timnas Jepang menjadi tim tangguh setelah mengembangkan J-League. Vietnam, beberapa tahun belakangan, muncul sebagai satu kekuatan baru di Asia Tenggara.
Thailand sudah lama menampilkan identitas sepakbola yang kuat di Kawasan Asia Tenggara. Terbukti peluang besar Thailand melaju ke babak 16 besar. Modal Indonesia ada pada punggawa saat ini.
STY perlu diberi waktu untuk menyatukan Timnas Indonesia. Pasokan aspek ontologis sesuai dengan standar dan kebutuhan modal untuk membangun aspek epistemologis timnas yakni bermain dan menang dengan identitas.
Dengan sediaan aspek ontologis dan bangunan epistemologis, maka aspek aksiologis berupa tujuan, atau nilai, atau manfaat dari eksistensi Timnas dalam kancah kompetisi apapun dapat disesuaikan.
Nilai-nilai kebangsaan dapat diinternalisasikan pada pemain untuk membangun mentalitas. Terlebih, sebagian anggota Timnas merupakan pemain naturalisasi.
Konon, Guus Hiddink berkomunikasi dalam bahasa Korea ketika membesut Timnas Korea Selatan 2002. Mungkin ini dapat ditiru oleh STY untuk lebih mengembangkan Timnas Indonesia lebih tangguh dengan berbahasa Indonesia langsung.
Demikian pula halnya dengan para pemain naturalisasi, sebaiknya mampu menggunakan bahasa Indonesia.
Demi tujuan meraih kemenangan, pilihan taktik dapat dipergunakan oleh STY berdasarkan kondisi terakhir lawan dan timnas. Atau identitas Timnas lah yang akan hadir dalam setiap pertandingan, siapa pun lawan. Idealnya seperti ini.
Satu pertandingan perlu dipandang dalam satu keseluruhan. Satu kegunaan filsafat adalah membantu berpikir secara keseluruhan. Penampilan Timnas Indonesia pada ajang Piala Asia 2023 dapat dipandang dalam berbagai aspek.
Secara teknik, peningkatan perlu dilakukan dengan membangun kemampuan fisik dan atletik pemain. Pemahaman taktik dan strategi tim dan lawan ada pada pelatih dan kemudian disampaikan kepada pemain.
Di lapangan, satu pemain dibutuhkan sebagai pemimpin untuk menjaga mentalitas tim. Kekalahan dan kegagalan melaju di ajang Piala Asia 2023 diterima sebagai titik awal berangkat menuju penguasaan aspek ontologis sepakbola, membangun epistemologi dalam wujud identitas permainan timnas, serta meraih prestasi berdasarkan identitas tersebut.
Indonesia pernah memiliki itu. Indonesia pasti mampu mengulanginya. Dukungan dari semua pemangku kepentingan, kepemimpinan dan kepengurusan yang fokus, proses pengembangan yang berkesinambungan dari setiap jenjang usia pemain, serta kompetisi yang mapan merupakan bagian dari upaya yang telah dimulai di hari hari ini.
Jika dibutuhkan, PSSI dapat meminta bantuan dari akademisi untuk melakukan penelitian mengenai persepakbolaan untuk menjadi satu naskah akademik cetak biru pengembangan Timnas menuju Indonesia Emas 2045.
Penutup dari penulis, Timnas PSSI saat ini memang masih sering kalahan tapi itu bukan sebuah kesalahan. Skuad Timnas PSSI saat ini di Piala Asia mungkin benar-benar akan tersingkir tapi mereka sudah mengukir. Mengukir sejarah baru dan perubahan. ***
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)