RUANGPOLITIK.COM — Mejelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Ketua MK terhadap Anwar Usman sidang polemik batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Anwar dilaporkan ke MKMK karena diduga melanggar kode etik karena memutus perkara yang berkaitan dengan keluarganya. Anwar adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto usai putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, dapat disimpulkan MKMK tidak berwenang menilai putusan MK. Pasal tentang 17 ayat 6 dan 7 UU No.48/2009 tidak berlaku dalam putusan pengujian undang-undang.
Namun demikian, Anwar Usman disebut terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak dalam proses pengambilan putusan batas usia capres dan cawapres. Anwar Usman juga seharusnya tidak berhak melibatkan diri dalam perkara yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
“Amar putusan, menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Menjatuhkan sanksi berupa pembehentian jabatan dari Ketua MK,” ucap Jimly.
Sebelumnya, Anwar Usman mengungkapkan alasan dirinya tidak mundur dari pemeriksaan perkara batas usia capres-cawapres.
Diketahui, pemeriksaan perkara gugatan terhadap Pasal 169 huruf (q) pada Undang-undang (UU) No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah menghasilkan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang disorot karena memuluskan langkah putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melenggang sebagai cawapres.
“Tidak ada [mundur], ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta,” katanya usai sidang tertutup Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa (31/10/2023).
Ketika ditanya perihal isi UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa hakim konstitusi harus mundur dari perkara yang memungkinkan adanya konflik kepentingan, dia balik bertanya perihal kepentingan siapa yang dimaksud.
“Siapa? Kepentingan siapa? Ini pengadilan norma, [kepentingan] semua bangsa Indonesia, rakyat Indonesia,” lanjutnya.
Itu sebabnya, dia mengimbau seluruh pihak menanti keputusan MKMK yang memiliki kewenangan menentukan apabila terdapat pelanggaran etik hakim, termasuk dalam putusan tersebut.
“Nanti, nanti tunggu hasil [sidang] MKMK, ya,” tutup Anwar.(Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)