Mencermati hal tersebut, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro berpendapat PDIP tidak perlu strategis khusus untuk sekadar memperoleh dukungan nahdiyin.
RUANGPOLITIK.COM – Suara kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU) atau nahdiyin selalu menjadi rebutan pada setiap pemilu. Baik partai politik maupun capres pun berupaya menggaet dukungan dari nahdiyin.
Saat ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) justru menjadi parpol yang memperoleh limpahan suara terbanyak dari warga NU.
Hasil survei Litbang Kompas pada 27 Juli – 7 Agustus 2023 yang melibatkan 1.364 responden memperlihatkan 22,2 persen suara nahdiyin justru mengalir ke partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu.
Di bawah PDIP ialah Partai Gerindra yang meraup 18,9 persen suara nahdiyin. Adapun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang selalu mengidentikkan diri sebagai parpol nahdiyin justru hanya memperoleh 10,2 persen suara warga NU.
Mencermati hal tersebut, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro berpendapat PDIP tidak perlu strategis khusus untuk sekadar memperoleh dukungan nahdiyin.
“Makanya saya bilang (PDIP) ongkang-ongkang kaki, (memperoleh suara) wong cilik enam hingga tujuh persen,” ujarnya di Jakarta, Kamis (7/8).
Profesor riset ilmu politik di BRIN itu membeber analisisnya soal mengapa PDIP mampu menarik dukungan dari nahdiyin.
Mbak Wiwik -panggilan akrab Siti Zuhro- menjelaskan PDIP memperoleh mayoritas suara nahdiyin karena NU saat masih menjadi parpol memiliki ceruk pemilih yang berimpitan dengan pendukung Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Bung Karno.
Menurut Mbak Wiwik, itulah mengapa PDIP bisa berkoalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga disokong nahdiyin.
“Mereka itu punya ceruk dukungan yang berimpit. Jadi, warga NU itu tidak asing dengan PNI,” ulasan Wiwik.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)