RUANGPOLITIK.COM — Kasus Teddy Minahasa Menurut Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, membuktikan adanya perang bintang di internal Polri. Perang bintang itu menurut Reza, sangat toxic dan berbahaya.
Perang bintang semacam ini, menurutnya, membuktikan adanya saling mangsa antar anggota kepolisian.
“Di dalam organisasi kepolisian ada berbagai klik atau subgrup atau bahkan submabes. Kalau antar mereka saling berkompetisi secara konstruktif, silakan. Bagus. Masyarakat akan menerima faedahnya,” kata Reza lewat keterangan tertulis pada Ahad, 16 Oktober 2022.
“Tapi kalau antar mereka membangun rivalitas dengan cara destruktif atau toxic, ini berbahaya. Seolah yang mereka lakukan adalah kebaikan penegakan hukum. Namun yang terjadi sesungguhnya adalah praktik pemangsaan (predatory),” tambahnya.
Dosen dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini mengatakan perang bintang sungguh menggangu kinerja polisi satu dan yang lainnya. Temuan ini dapat membuat masyarakat terdampak keburukan dari polisi tersebut.
“Ini merusak kohesivitas organisasi. Kalau organisasi kepolisian sudah tidak kohesif, maka puncaknya adalah masyarakat yang merasakan mudaratnya,” ujarnya.
Reza menduga motif Teddy Minahasa dalam menjual barang bukti narkoba ini adalah untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu menurutnya merupakan tindakan korupsi yang sudah mendarah daging dalam tubuh Polri.
“Kemungkinan pertama, yang tipikal adalah jual beli barbuk sebagai cara instrumental untuk memperoleh harta. Corruption by greed. Penyimpangan sebagai ekspresi kerakusan. Disebut ‘tipikal’ karena korupsi merupakan salah satu subkultur menyimpang di seluruh organisasi kepolisian,” kata Reza.
Kemungkinan kedua, menurut Reza adalah penerapan strategic model. Model ini memandang bahwa aparat penegak hukum bekerja sesungguhnya tidak murni untuk penegakan hukum itu sendiri.
“Kontras, kasus dijadikan sebagai sarana untuk mendongkrak karier personel itu sendiri. Inilah strateginya lewat mempahlawankan dirinya sendiri dalam rangka membangun karier,” ujarnya.
Reza pun mencontohkan dengan polisi yang menciptakan kasus lalu diungkapnya sendiri dengan mengundang wartawan. Saat konferensi pers pun dikemas secara bombastis agar diliput media dan masuk dalam radar petinggi Polri. Personel yang telah mengungkap kejahatan itu pun lalu dipromosikan karena dianggap berprestasi.
“Andai yang dijebak itu adalah bandit, monggo saja. Semoga kehidupan masyarakat menjadi lebih aman dan tenteram. Tapi kalau yang menjadi sasaran rekayasa kasus itu adalah orang baik-baik, jahanam itu namanya,” kata Reza.
Editor: Syafri Ario
(Rupol)