Polisi di Polresta Malang Kota bersujud seperti itu, hal ini diharapkan bisa meyakinkan publik bahwa polisi sungguh-sungguh ingin memberikan penawar atas luka itu
RUANGPOLITIK.COM –Video polisi Malang sujud mohon ampun di halaman Mapolres Malang viral di media sosial. Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mengatakan, permintaan maaf dari polisi ini penting untuk menghobati luka masyarakat atas tragedi Kanjuruhan.
“Mengingatkan saya pada aksi simpatik serupa yang dilakukan oleh banyak personel polisi pascatewasnya George Floyd di lutut polisi. Penyesalan sekaligus permintaan maaf semacam ini memang sangat penting,” kata Reza lewat pesan tertulis yang dibagikan, Senin (10/10/2022).
Reza menilai bentuk permintaan maaf dari polisi ini penting karena masyarakat masih mempunyai luka batin yang menganga pascainsiden yang menewaskan 131 orang di Stadion Kanjuruhan.
Menurut, Reza, ketika polisi di Polresta Malang Kota bersujud seperti itu, hal ini diharapkan bisa meyakinkan publik bahwa polisi sungguh-sungguh ingin memberikan penawar atas luka itu.
“Pasalnya, berbeda dengan urusan pidana dan etik yang barangkali akan selesai beberapa pekan atau beberapa bulan, luka batin masyarakat pasti akan menganga dalam waktu yang sangat lama,” tukasnya.
Meski begitu, Reza menyampaikan bahwa pernyataan maaf tanpa langkah pertanggungjawaban jelas tak bermanfaat. “Seperti halnya frasa ‘reformasi kepolisian’. Sudah membahana sejak puluhan tahun silam, dan digemakan lagi hari-hari belakangan ini, tapi bagaimana reformasi itu akan dilakukan? Entahlah,” tandasnya.
Yang terpenting, Reza mengungkapkan, bahwa Presiden Jokowi mestinya membuat perintah eksekutif mengenai persenjataan dan prosedur penanganan massa oleh Polri. Langkah tersebut dinilai penting karena perubahan mindset dan kultural butuh waktu panjang dan berliku.
“Maka langkah praktisnya adalah fokus pada “memaksa” agar perilakunya yang berubah. Isi kepala, urusan belakangan. Perilakunya harus berubah. Mindset dan kultur akan menyusul,” kata Reza.
Reza menjelaskan executive order (EO) semacam ini pernah dikeluarkan Presiden Obama saat polisi di Amerika Serikat juga dinilai brutal seperti organisasi paramiliteristik.
Isi EO Obama itu memuat panduan detail tentang daftar peralatan yang dilarang dan dikendalikan; kebijakan, pelatihan, dan protokol penggunaan peralatan; proses akuisisi peralatan; transfer, penjualan, pengembalian, dan penghancuran peralatan; serta pengawasan, kepatuhan, dan implementasi.
Reza mengungkapkan hal itu penting, mengingat pada tahun 2020 dikabarkan terjadi peningkatan anggaran Polri untuk pengadaan peralatan pengendali massa. Di antaranya pembelian gas air mata, sebesar 14,8 juta dolar. Hal ini menurut Reza mengindikasikan bahwa polisi sudah punya ramalan akan banyak situasi massa yang bakal dihadapi dengan cara keras.
Reza pun menyarankan agar Kapolri bisa mempertimbangkan perintah eksekutif tersebut. Hal itu dikarenakan Reza sendiri pesimistis Jokowi akan melaksanakan EO tersebut.
“Penggunaan cara keras itu merefleksikan derajat kesantunan (civility) personel, sekaligus mengisyaratkan tingginya legal cynicism di masyarakat. Legal cynicism yang ditandai oleh ketidakpatuhan masyarakat pada hukum dan keengganan masyarakat bekerja sama dengan polisi,” ulas Reza.
Diketahui sebelumnya pada akun @polrestamalangkota memuat foto dan video anggota Polri bersujud di halaman Mapolresta Malang Kota yang diunggah pada Senin (10/10/2022).
Ratusan polisi melakukan hal itu guna mengungkapkan permintaan maaf kepada para korban tragedi Kanjuruhan.
“Kami bersujud dan bersimpuh memohon ampunan-Mu Ya Rabb, menghaturkan maaf kepada korban dan keluarganya serta seluruh aremania aremanita, seraya memanjatkan doa agar situasi kamtibmas kembali kondusif, kabulkan doa kami ya Rabb…..,” tulis caption pada unggahan tersebut.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)