RUANGPOLITIK.COM-Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, alias presidential threshold.
Terkait hal tersebut, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti Putusan MK Nomor 52/PUU-XX/2022.
Yaitu putusan terkait judicial review atas Pasal 222 UU Pemilu yang diajukan DPD RI dan Partai Bulan Bintang (PBB). Disini LaNyalla menyebut, Ada yang menarik dalam kalimat di putusan MK tersebut.
Di halaman 74, dari putusan sebanyak 77 halaman itu, tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim terkait materi gugatan yang bertuliskan.
“Mahkamah menilai, argumentasi Pemohon II didasarkan pada anggapan munculnya berbagai ekses negatif (seperti oligarki dan polarisasi masyarakat) akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU 7/2017,” tulis putusan MK.
Berita Terkait:
PKS Berhadapan dengan Ipar Jokowi di MK
Gugat Presidential Threshold ke MK, PKS Ajukan Turun 7-9 Persen
KPU: Sudah 21 Parpol Miliki Akun Sipol, Ini Daftar Lengkapnya
Sebelum Umumkan Bakal Capres, PKS Bakal Perjuangkan Presidential Threshold Nol Persen
“Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, argumentasi Pemohon II yang demikian adalah tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan oleh Pemohon II tidak akan terjadi lagi,” sambung putusan MK.
Terkait pertimbangan majelis hakim, Ketua DPD menilai MK memahami jika ada oligarki dalam pemerintahan Indonesia. Namun jika pasal 222 itu tetap dihapus, tetap tidak menjamin oligarki akan hilang dari Indonesia.
“Nah.. artinya oligarki itu ada dan nyata. Tetapi menurut MK, tidak ada jaminan mereka akan hilang dengan dihapusnya Pasal 222 itu. Jadi artinya dibiarkan saja seperti ini. Oligarki akan tetap ada dan polarisasi yang merugikan masyarakat tetap ada,” pungkas LaNyalla dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/7/2022).
“Saya hanya mengingatkan kita semua. Terbentuknya negara ini memiliki tujuan. Dan tujuan itu dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar negara kita. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah Konstitusi dan Undang-Undang sebagai petunjuk dan pengikat bagi aparatur negara. Sekaligus sebagai pengikat semua elemen bangsa. Undang-undang dibuat oleh pembentuk, DPR dan Pemerintah,” sambung Ketua DPD. (BJO)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)