Oleh: B. J Pasaribu S.kom | Jurnalis Senior & Wartawan Perang Angkatan I RI
RUANGPOLITIK.COM –Reshuffle kabinet adalah hak proregatif presiden dalam sistem presidensial, isu tentang reshuffle kabinet memang cukup semarak dalam dunia perpolitikan nasional
Mundurnya Gus Miftah adalah sebuah fase pembelajaran demokrasi yang bernilai moral. Presiden Prabowo Subianto pun mengapresiasi pengunduran diri Gus Miftah (KH Miftah Maulana Habiburrahman) dari posisi Utusan Khusus Presiden (UKP) dan digantikan Ustad Adi Hidayat (UAH), memunculkan spekulasi reshuffle Kabinet Merah Putih (KMP).
Imbas mundurnya Gus Miftah, sudah berdampak terhadap spekulasi kabar resuhfle. Setidaknya disinyalir ada empat hingga lima menteri, dan ketua badan atau lembaga negara, yang santer diterpa kabar reshuffle ini.
Hal yang lumrah bagi Presiden Prabowo untuk mengevaluasi kabinetnya merujuk komitmen para menteri saat presiden meyeleksi dan mewawancarai para (calon) pembantunya Ketika itu, baik waktu interview di Hambalang maupun “ospek” tiga hari di Lembah Tidar.
Perombakan kabinet dalam sistem pemerintahan sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya Presiden Jokowi atau presiden Indonesia lainnya juga pernah melakukan hal yang sama.
Perombakan atau pencopotan satu dua menteri, berdasar pada ‘Kontrak Politik’ yang ada. Ada baiknya resuhfle jika benar-benar terjadi sebelum seratus hari kabinet merah putih, dikonstruksi sebagai restrukturisasi kabinet.
Restrukturisasi terbatas menuju perampingan Kabinet agar tidak terjadi tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Kementerian, Badan, Lembaga Negara serta sejumlah Utusan Khusus Presiden.
Sebagai catatan, Kabinet Merah Putih besutan Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan 48 nama menteri beserta 56 wakil menteri dan 5 kepala badan setingkat menteri pada 20 Oktober 2024.
Presiden sebelumnya, Joko “Jokowi” Widodo bahkan tidak pernah memiliki menteri lebih dari 34 orang. Ini bukan tanpa sebab. Batasan jumlah menteri sebelumnya diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008. Namun, pada 15 Oktober atau menjelang pelantikan Prabowo, peraturan ini diubah dengan UU Nomor 61 Tahun 2024.
Secara keseluruhan, Kabinet Merah Putih ini berisikan lebih dari 100 orang, menjadikannya terbesar sepanjang sejarah Indonesia pascareformasi 1998.
Berbicara Reshuffle kabinet menjadi dasar bagi Presiden Prabowo dalam mengevaluasi kinerja para menterinya, tentu dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang matang.
Terindikasi Reshuffle
Mantan menteri yang pernah mengurusi informasi dan dunia digital juga tak luput terinikasi kabar bakal direshuffle. Menteri tersebut kabarnya sehari sebelum pindah kantor, ‘mengunci’ penggantinya dengan menerbitkan ‘Keputusan Menteri’ terkait isu panas judi online.
Isu pencopotan juga menerpa kencang menteri yang memimpin Kementerian yang awalnya Badan Negara dengan fokus utama pekerja Indonesia di luar negeri. Sang Menteri pernah ‘menyerobot’ tugas dan kewenangan Hasan Nasbi, sebagai Kepala Komunikasi Presiden, dengan tampil di salah satu TV berita nasional dan berbicara tentang anggaran “retreat kabinet” di Magelang.
Apalagi, Menteri tersebut juga mem-publish posisinya tidak di-endorse Partai induknya ketika check in dalam kabinet merah putih.
Mengulas Mayor Teddy, sebagai perwira militer aktif, bila merujuk UU no 34 pasal 47 ayat 2 tentang TNI, memang, tidak semestinya duduk sebagai Sekkab. Tentu sudah sepatutnya dilakukan reposisi.
Publik tentu berharap agar para pejabat di pemerintahan fokus pada kerjanya yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Berbicara moralitas, sebagai pejabat bila sudah tidak bisa bekerja dengan baik sudah sepatutnya mundur agar segera diganti dengan sosok pejabat yang lebih baik.(***)