Sidang isbat dilakukan untuk menampung semua pendapat yang ada baik dari ormas, para ahli dan akademisi, maupun saran perwakilan negara sahabat.
RUANGPOLITIK.COM – Kementerian Agama (Kemenag) merespons keinginan pengurus Muhammadiyah yang menyebut sidang isbat seharusnya ditiadakan.
Terkait hal itu, Kemenag menegaskan, setiap pihak perlu memahami latar belakang dan tujuan diadakannya agenda tersebut.
Sidang isbat disebut masih bernilai penting untuk menentukan tanggal penting dalam kalender Islam, seperti 1 Ramadan.
Apalagi saat ini terdapat perbedaan metode penentuan hari besar bagi umat Islam oleh berbagai ormas baik yang menggunakan hisab maupun rukyat.
Sidang isbat dilakukan untuk menampung semua pendapat yang ada baik dari ormas, para ahli dan akademisi, maupun saran perwakilan negara sahabat.
Apalagi, dengan penerapan kriteria rukyat berdasarkan kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) sejak 2022 lalu.
“Kami ingin memunculkan dengan adanya sidang isbat ini, kita panggil pakar, kita panggil ulama, kita panggil ormas, instansi terkait, lembaga-lembaga semua yang isinya adalah pakar. Begitu ini besok mau Ramadan memang hisabnya sudah diketahui, tetapi memang di dalam penentuannya ada ormas yang harus melakukan rukiat juga,” tukas Kasubdit Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kemenag Ismail Fahmi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Selain itu, kewajiban bagi Kemenag untuk menggelar sidang isbat juga didasarkan pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004.
Dalam fatwa itu, Kemenag diwajibkan mengakomodasi berbagai metode penentuan keputusan terkait penanggalan Islam.
Akomodasi yang dimaksud dilakukan dengan menggelar dua sesi, dengan diawali pemaparan penghitungan tanggal berdasarkan metode hisab.
Sementara itu, dalam waktu bersamaan Kemenag juga menerima dan mengumpulkan data pengamatan di lapangan lewat model rukiatul hilal.
“Laporan rukiatul hilal, laporan observasi hilal, dari seluruh daerah yang diserahkan oleh pak direktur (Binmas Islam). Setelah ada laporan ini, dan data hisabnya, maka pak menteri menyampaikan bagaimana tanggapan dari peserta sidang jadi bukan menteri (yang ambil putusan utama dalam sidang isbat),” terang Ismail.
Selain itu, sidang isbat juga bertujuan menjadi sarana menampung berbagai pendapat dan opini dari setiap ormas atas pandangan tertentu, terutama dalam kaitan penetapan penanggalan yang berpengaruh langsung pada ibadah umat Islam seperti 1 Ramadan dan 1 Syawal.
Sehingga jika sidang isbat ditiadakan, maka tidak ada lagi wadah untuk menampung dan membahas perbedaan yang ada secara terbuka. Kegiatan seperti sidang isbat dinilai dapat menjadi langkah penting dalam membahas berbagai opini dari pihak ormas, sembari didukung pendapat dari ahli yang hadir.(ANT)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)