Caleg DPR Dapil I Jateng Pauline Dhini Ariza menuturkan Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian.
RUANGPOLITIK.COM – Siapa yang tidak kenal dengan sosok Pauline Dhini Ariza.Caleg DPR RI dari Partai Golkar itu maju dari Daerah Pemilihan (Dapil) I Jawa Tengah (Jateng) yang meliputi Kota Semarang, Kota Salatiga, Kab. Kendal, dan Kota Semarang.
Sebelum terjun ke politik, Pauline sangat peduli serta aktif dikalangan petani dan dunia pertanian.
Caleg DPR Dapil I Jateng Pauline Dhini Ariza menuturkan Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian.
“Di dalamnya, petani merupakan pelaku utama dalam sektor pertanian yang berperan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan,” tuturnya kepada RuPol, Jumat (9/2/2024).
![Caleg DPR Dapil I Jateng Pauline Dhini Ariza/Dok.Pribadi](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_515,h_271/https://ruangpolitik.com/wp-content/uploads/2024/02/Pauline-2-300x158.jpg)
Melalui petani, imbuh Pauline, kebutuhan pangan rumah tangga hingga bahan baku industri dapat terpenuhi dengan baik. Namun, petani seringkali dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang rumit.
“Dan tak jarang permasalahan tersebut justru menyebabkan kerugian yang besar bagi mereka. Tak tanggung-tanggung, masalah tersebut muncul setiap tahun dan masih menjadi misteri dalam penyelesaiannya, urainya.
Lantas, apa saja yang menjadi masalah menahun sektor pertanian negara ini? Simak faktanya berikut ini.
Pertanian dipandang sebelah mata Stigmatisasi masyarakat masih banyak menganggap bahwa pertanian hanya berujung kepada mencangkul saja.
Sehingga terkesan sektor pertanian adalah jorok dan miskin. Citra sektor pertanian yang tampak kotor dan miskin didasari oleh tidak adanya bukti kuat yang mengatakan bahwa bertani itu menjanjikan.
Bukan berarti seluruh petani itu miskin. Namun, kebanyakan ekonomi petani masih termasuk kelas menengah ke bawah. Krisis regenerasi petani muda Rendahnya minat regenerasi muda untuk terjun ke dunia pertanian terlihat dari statistik sebesar 61% petani berusia >45 tahun.
Padahal, generasi muda adalah generasi penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak segera ditangani, ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini. Salah satu program yang mulai banyak digerakkan adalah modernisasi pada pertanian itu sendiri sehingga tampak lebih baik.
![Jenderal TNI (Purn) Moeldoko & Caleg DPR Dapil I Jateng Pauline Dhini Ariza/Dok. Pribadi](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_385,h_438/https://ruangpolitik.com/wp-content/uploads/2024/02/Pauline-KSP-264x300.jpg)
Pertanian digital adalah hal yang menarik untuk mengubah citra pertanian menjadi bisnis yang menarik. Rantai niaga yang merugikan petani Kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan distributor, petani yang paling banyak dirugikan. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan resiko yang dialami petani. Kondisi demikian yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya tidak menjanjikan.
Keuntungannya tak seberapa, belum lagi dihitung dengan kerugian ketika cuaca tidak mendukung ataupun serangan hama. Untuk itu, diperlukan sarana yang mampu memotong rantai perniagaan yang cukup panjang untuk komoditas pertanian.
![Caleg DPR Dapil I Jateng Pauline Dhini Ariza/Dok.Pribadi](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_294,h_408/https://ruangpolitik.com/wp-content/uploads/2024/02/Caleg-Pauline-216x300.jpg)
Dengan rasa perduli yang tinggi terhadap nasib petani mendorong Pauline maju sebagai caleg dari Partai Golkar, harapannya tentu agar petani mampu menyediakan produknya secara langsung ke konsumen sehingga keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat.
“Selain masalah di atas, pastinya masih banyak masalah lainnya yang perlu segera untuk diselesaikan. Penyelesaian masalah tersebut tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat mulai dari petani hingga pemerintah,” tukasnya.
Tantangan UMKM
![Acara Diskusi santai di Kantor Pusat HKTI, Jakarta/BJP/RuPol](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_503,h_325/https://ruangpolitik.com/wp-content/uploads/2023/07/HKTI-300x194.jpg)
Caleg Partai Golkar yang juga Advisor, Tenaga Ahli, Socioprenuer, Pengurus Pusat DPP HKTI sekaligus Pegiat UMKM,Pauline Dhini Ariza juga mengungkapkan, tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders terkait antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal.
“Seperti kondisi saat ini, disaat harga komoditi naik, ada permasalahan harga pupuk kimia yang semakin mahal diakibatkan suplai bahan pokok pembuatan pupuk masih impor. Di sini peran HKTI dapat memberikan masukan kepada para petani untuk mulai beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik,” jelasnya.
![Acara Diskusi santai di Kantor Pusat HKTI, Jakarta./BJP/RuPol](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_470,h_352/https://ruangpolitik.com/wp-content/uploads/2023/07/HK-300x225.jpg)
Pauline menuturkan, Kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar penguatan ekonomi secara nasional, terutama dalam memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat. Peran strategis UMKM adalah mendorong proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, serta mewujudkan stabilitas nasional.
“Meskipun UMKM telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha,” tukasnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam menghadapi Era Disruptif perlu dilakukan sebuah upaya sinergis yang melibatkan berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM. Dengan semakin baiknya kualitas UMKM, maka diharapkan akan semakin baik pula efek ganda (multiplier effects) terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dengan demikian, UMKM benar-benar mampu memberikan kontribusi signifikan, tidak saja untuk pertumbuhan namun juga pemerataan ekonomi nasional.
Oleh karenanya, dalam musyawarah ini diharapkan baik pihak inkubator, akselerator maupun pihak swasta dapat selaras dengan program kebijakan pemerintah, serta dapat menyusun program yang berperan strategis dan tepat sasaran.
“Jangan alergi terhadap perubahan, untuk membuat hal yang terbaik,” pungkasnya.(BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)