RUANGPOLITIK.COM —Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD menilai seharusnya Anwar Usman dipecat sebagai hakim konstitusi, bukan sekadar dicopot dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahfud menilai demikian karena Anwar dinyatakan telah terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Dia mengaku sepakat dengan sikap anggota Majelis Kehormatan MK atau MKMK, Bintan R Saragih, yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam putusan MKMK terhadap Anwar.
“Secara akademis saya setuju dengan Pak Bintan Saragih, seharusnya copot saja wong sudah pelanggaran berat,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
“Tapi kalau dicopot benar, dia bisa naik banding. Bisa minta MKMK lain yang baru untuk menilai kembali.”
Mahfud mengaku dapat memahami kekecewaan publik atas putusan MKMK yang tidak memecat Anwar dari jabatan hakim konstitusi.
Namun, dia menganggap putusan MKMK yang hanya mencopot Anwar dari jabatan ketua MK sudah tepat bila dilihat dari kacamata politis.
Sebab, kata Mahfud, bila dijatuhi hukuman pemecatan, Anwar bisa mengajukan banding dan meminta pembentukan MKMK baru.
Jika demikian, MKMK baru dikhawatirkan bisa membatalkan putusan pemecatan Anwar.
“Daripada berspekulasi nanti dia mengusulkan pembentukan MKMK baru dan tidak jelas nanti siapa MKMK-nya, itu sudah benar secara praktis politis,” kata Mahfud.
Selain itu, kata Mahfud, putusan MKMK yang melarang Anwar Usman untuk menyidangkan perkara pemilu juga sudah tepat.
“Itu sudah tepat, dia enggak bisa minta banding, sudah final mengikat dan berlaku sejak tadi malam, saya setuju itu,” ujar dia.
Sebelumnya, anggota MKMK, Bintan R. Saragih, menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan MKMK kepada Anwar Usman yang terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Bintan mengaku menyatakan pendapat berbeda karena dirinya ingin Anwar dijatuhi sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat, bukan sekadar pemberhentian dari jabatan Ketua MK.(Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)