RUANGPOLITIK.COM — Prof Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar selaku Ketua Departemen HTN Fakultas Hukum UGM mengajukan gugatan uji formil atas Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana diubah oleh Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Pengujian formil putusan 90 tersebut, lanjut Denny, adalah rangkaian advokasi dalam hal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan ada pelanggaran kode etik dan perilaku berat yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman. Dan mereka berharap Anwar Usman diberhentikan dengan tidak hormat.
Saat ini, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK sedang menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang memungkinkan pengambilan putusan itu.
Denny dan Zainal mengatakan, mereka mengajukan uji formil untuk memastikan koreksi yang mendasar atas Putusan 90.
“Dan memastikan putusan tersebut sebisa mungkin tidak dapat dijadikan dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024,” kata Denny dan Zainal, Jumat, 3 November 2023.
Pengujian formil itu melengkapi pelaporan Denny dan Zainal ke MKMK yang akan diputus pada Selasa, 7 November 2023. Mereka mengusulkan pemajuan pengambilan putusan itu untuk mengantisipasi diperlukannya penggantian pasangan calon sesuai jadwal KPU, yang batas akhirnya jatuh pada Selasa, 8 November 2023.
Denny dan Zainal mengatakan, mereka berharap MKMK menyatakan Putusan 90 perlu dikoreksi oleh MK dengan komposisi hakim yang baru dalam waktu dekat. “Ada pelanggaran kode etik dan perilaku berat yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman,” kata mereka.
MK, menurut Denny dan Zainal, bisa menindaklanjuti putusan MKMK dengan langsung memeriksa kembali Putusan 90 tanpa harus melalui pemeriksaan permohonan baru.
“Tapi kalaupun MKMK dan MK berpandangan perlu ada pemeriksaan atas permohonan baru, kami pun sudah siapkan permohonan uji formil tersebut,” kata mereka.
Dalam permohonan uji formil itu, Denny dan Zainal meminta penundaan pelaksanaan pemaknaan Putusan MK soal syarat capres-cawapres. Selain itu, mereka meminta MK memutus sesegera mungkin sebelum berakhirnya masa pendaftaran Pilpres.
“Agar bukan hanya Pilpres 2024 kita yang terselamatkan, tetapi juga Mahkamah Konstitusi dan Negara Hukum Indonesia,” kata Denny dan Zainal.
Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK Jimly Asshiddiqie mengungkapkan tiga kemungkinan sanksi etik yang bisa diberikan kepada para hakim MK. Hal tersebut jika mereka terbukti melanggar etik dalam putusan MK yang mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.
“Kalau di Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) itu kan jelas ada tiga macam (sanksi), teguran, peringatan, dan pemberhentian,” kata Jimly kepada wartawan seusai menggelar persidangan etik hari pertama di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa malam, 31 Oktober 2023. (Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)