RUANGPOLITIK.COM — Kelompok yang mengatasnamakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke KPK.
Selain Jokowi, pelapor juga melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Ketum PSI Kaesang Pangarep. Laporan itu terkait tuduhan kolusi dan nepotisme.
“Tadi kita melaporkan dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme kepada pimpinan KPK. Melaporkan dugaan adanya tadi, kolusi nepotisme yang dilakukan oleh yang diduga dilakukan oleh Presiden kita RI Joko Widodo dengan Ketua MK Anwar, juga Gibran dan Kaesang dan lain-lain,” kata Koordinator TPDI, Erick S Paat, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP), Juri Ardiantoro, meminta pelapor membuktikan laporannya.
“Menyangkut Pak Presiden dan keluarga, saya ingin menyampaikan bahwa sesuai prinsip hukum siapa yang menuduh, dia yang harus membuktikan. Jadi hati-hati melaporkan hanya dengan asumsi tanpa bukti. Apalagi yang dituduh adalah presiden dan keluarga. Terhadap pihak lain yang dituduh saya tidak berkomentar,” ujar Deputi IV KSP Juri Ardiantoro kepada wartawan, Senin (23/10/2023).
Erick mengatakan pelaporan itu terkait putusan Mahkamah Konstitusi soal capres dan cawapres di bawah usia 40 tahun boleh maju asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah. Erick menuding putusan yang diketok Anwar Usman yang merupakan ipar Jokowi itu untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
“Bahwa berdasarkan informasi yang didapat dari dinamika persidangan sebagaimana diungkap oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat yg menyampaikan dissenting opinion, terungkap sejumlah perilaku yang diduga dilakukan oleh Prof Dr Anwar Usman, SH, MH untuk meloloskan Uji Materiil Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 tanggal 15 Agustus 2023 demi memperjuangkan kepentingan dan membukakan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres,” katanya.
Erick mengatakan seharusnya Anwar Usman mengundurkan diri karena keputusan yang diambil akan beririsan dengan kerabatnya. Erick menuding ada nepotisme yang dilakukan Anwar dan Jokowi karena membiarkan Anwar Usman memutus perkara gugatan batas usia capres atau cawapres.
“Bahwa Prof Dr Anwar Usman, SH, MH dalam perkara-perkara tersebut di atas, menyebabkan kedudukannya berada dalam apa yang disebut Nepotisme yang melahirkan benturan kepentingan yang diatur Pasal 17 ayat (3), ayat (4), ayat (5) UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan mewajibkan yang bersangkutan harus mengundurkan diri,” katanya.
“Tetapi sejak awal menerima secara resmi permohonan uji materiil, yang bersangkutan tidak men-declare dirinya memiliki hubungan darah atau hubungan semenda dengan Ir Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, di mana seharusnya yang bersangkutan mengundurkan diri dari semua perkara dimaksud,” sambungnya.
Erick mengatakan laporannya telah diterima bagian pengaduan masyarakat. Dia berharap laporan itu ditindaklanjuti.
“Diterima (pengaduannya), kita tunggu aja tindak lanjutnya. Ini adanya dugaan kolusi nepotisme. Bagaimana mau menegakkan hukum, ini berkaitan juga dengan masalah korupsi tidak akan terjadi kalau pemimpinnya sudah melanggar hukum siapa yang mau di dengar siapa yang mau dihormati,” ujarnya.
Adapun pihak terlapor dalam hal ini sebagai berikut:
1. Presiden Jokowi
2. Ketua MK Anwar Usman
3. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka
4. Ketua PSI Kaesang Pangarep
5. Mensesneg Pratikno
6. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto
6. Almas Tsaqibbirru, prinsipal pemohon
7. Arif Suhadi, kuasa hukum pemohon
Dia pun menyebut dasar hukum dalam laporan ini yakni:
1. Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945
2. TAP MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme
3. TAP MPR No. VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
4. UU No. 28/1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
5. UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. UU No. 19/2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
7. UU No. 18/2003 Tentang Advokat
8. PP No. 43/2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
9. PP No. 68 /1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan adanya laporan tersebut. KPK, kata Ali, akan melakukan analisis dan verifikasi terlebih dahulu.
“Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat di maksud. Namun tentu kami tidak bisa menyampaikan materi maupun pihak pelapornya,” kata Ali.
“Berikutnya sesuai ketentuan kami lakukan tindak lanjut atas laporan masyarakat dengan analisis dan verifikasi untuk memastikan apakah memenuhi syarat dan menjadi kewenangan KPK,” ujarnya.(Asy)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)