Sebaliknya dengan Gerindra yang menikmati berkah coattail effect dari terus naiknya elektabilitas Prabowo.
RUANGPOLITIK.COM – Setelah sempat anjlok usai kehebohan Piala Dunia U20, elektabilitas PDIP cenderung stagnan. Temuan survei Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan elektabilitas PDIP naik tipis saja dari survei bulan April-Juni 2023 dan kini sebesar 17,3 persen.
Sementara itu Gerindra terus menikmati tren kenaikan elektabilitas dan menempel ketat PDIP. Elektabilitas Gerindra kini mencapai 16,8 persen, atau hanya terpaut 0,5 persen saja dari PDIP. Jika tren tersebut berlanjut, bukan tidak mungkin Gerindra bakal menyalip PDIP.
“Elektabilitas PDIP cenderung stagnan sejak bulan April 2023, dan ditempel ketat oleh Gerindra yang terus mengalami kenaikan,” ungkap peneliti senior CPCS Hatta Binhudi dalam press release di Jakarta pada Senin (4/9).
Menurut Hatta, stagnannya elektabilitas PDIP merupakan imbas dari rebound tipisnya Ganjar Pranowo pasca-deklarasi capres.
“Baik Ganjar maupun PDIP tidak mengalami penguatan secara signifikan setelah lima bulan deklarasi pencapresan,” tandas Hatta.
“Dipercepatnya deklarasi hanya mencegah penurunan elektabilitas setelah merebaknya sentimen negatif dari publik atas penolakan Ganjar dan elite PDIP terhadap kehadiran timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U20,” lanjut Hatta.
Sebaliknya dengan Gerindra yang menikmati berkah coattail effect dari terus naiknya elektabilitas Prabowo.
“Naiknya elektabilitas Gerindra mengancam tekad PDIP untuk mencetak hattrick atau menang pemilu tiga periode berturut-turut,” tegas Hatta.
Naiknya elektabilitas Prabowo diikuti merapatnya partai-partai besar Senayan untuk bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), yaitu Golkar dan PAN. Semula Prabowo hanya didukung oleh Gerindra dan PKB yang tergabung dalam koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
Sedangkan Ganjar hanya didukung oleh PDIP dan PPP, dan sisanya partai-partai non-parlemen. PPP yang sebelumnya bersama Golkar dan PAN tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) memilih mendukung Ganjar.
Dinamika terjadi di tubuh Koalisi Perubahan yang mengusung pencapresan Anies Baswedan. Demokrat memutuskan untuk mundur setelah Anies memilih Muhaimin Iskandar sebagai pasangan cawapresnya, alih-alih ketua umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dengan masuknya Cak Imin ke kubu pengusung Anies, otomatis PKB keluar dari KIM dan merapat ke Nasdem. Deklarasi Anies-Cak Imin di Surabaya yang hanya diikuti petinggi PKB dan Nasdem memunculkan dugaan PKS bakal mengikuti jejak Demokrat keluar dari koalisi Anies.
“Untuk sementara peta pencapresan dan koalisi partai menunjukkan potensi terbentuknya tiga pasangan capres-cawapres,” Hatta menjelaskan. Dinamika masih mungkin terjadi hingga jadwal pendaftaran ke KPU pada bulan Oktober mendatang.
Sebut saja, manuver Sandiaga Uno yang berniat mengajak Demokrat dan PKS membentuk koalisi jika PPP tidak mendapat jatah cawapres Ganjar. Sebelumnya juga sempat muncul wacana dari PDIP untuk menggabungkan Ganjar dan Anies dalam satu paket capres-cawapres.
Survei CPCS dilakukan pada 21-27 Agustus 2023, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili 34 provinsi yang diwawancarai secara tatap muka. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. (dil/jpnn)
Berikut ini daftar lengkap elektabilitas partai politik:
PDIP 17,3 persen
Gerindra 16,8 persen
Golkar 8,6 persen
PKB 7,0 persen
Demokrat 6,3 persen
PSI 6,0 persen
PKS 4,2 persen
PAN 2,7 persen
PPP 2,4 persen
Nasdem 2,3 persen
Gelora 1,1 persen
PBB 0,7 persen
Ummat 0,6 persen
Hanura 0,2 persen
PKN 0,1 persen
Garuda 0,0 persen
Buruh 0,0 persen
TT/TJ 21,9 persen
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)