Oleh: Ir. KPH. Adipati, Bagas Pujilaksono Widyakanigara Hamengkunegara, M. Sc., Lic. Eng., Ph.D. / Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta/ Seniman/Budayawan Yogyakarta
RUANGPOLITIK.COM – Pertama, saya ingin mengucapkan selamat atas Deklarasi pasangan Capres-Cawapres Anies-Imin, yang konon katanya berlangsung hari ini di Surabaya.
Namun, perjalanan pasangan Anies-Imin ke KPU, berat, terjal dan berliku, sekalipun ketiga parpol pengusung, elektoralnya sekitar 27%. Mengapa?
Saya melihat potensi Muhaimin Iskandar tersandung kasus hukum atas dugaan kasus-kasus hukum yang melibatan dirinya, masih sangat besar. Bahaya!
Munculnya pasangan Anies-Imin, yang membuat banyak orang gerah, marah dan grumpy, rasa dendam membara pasti akan meniupkan badai politik membuka kembali dugaan kasus hukum yang melibatkan Muhaimin Iskandar, dan mendorong KPK segera menetapkan status hukum Muhaimin Iskandar.
Ambyar Jum….
Saya bukan pendukung Partai Demokrat dan saya tidak pernah memilih pak SBY.
Dari lubuk hati saya yang dalam, saya ikut perihatin ke Partai Demokrat dan pak SBY.
Saran dan harapan saya, Partai Demokrat dan pak SBY berlabuh ke Koalisi Parpol PDI Perjuangan. Berat memang, I know, but this is the best way that they can do.
Sekalipun elektoral PKB, PKS dan Nasdem mencapai 27%, tidak berarti perolehan suara Anies-Imin liner dengan elektoral tersebut.
Bagi saya Anies dan Imin, intrinsically saling merugikan. Hal ini, sudah banyak saya bahas pada tulisan-tulisan saya sebelumnya.
Suara PKB pada Pileg 2019 di kisaran 10%. Namun, hasil survey terhadap Muhaimin Iskandar sebagai Cawapres tidak menggembirakan, dibawah 2%, bahkan pernah 0.2%. Apalagi elektoral Muhaimin Iskandar sebagai Capres, jelas lebih ambyaaaar.
Indeed, Muhaimin Iskandar adalah sosok yang secara politik tidak laku dijual. Mengapa? Mungkin karena kasus dengan junjungan kita semua, Bapak Pluralitas, yaitu almarhum Gus Dur.
Fakta, para pemilih PKB, sebagian besar tidak memilih Muhaimin Iskandar.
Main stream politik PKB jelas ibaratnya bumi dan langit dengan Anies, PKS apalagi Nasdem. Ini yang saya maksudkan, intrinsik Anies dan Imin, saling merugikan.
Sudah saya duga, pemilih PKB kecewa, dengan munculnya Anies-Imin, dan akan menarik dukungannya, terutama ke pasangan Anies-Imin. Lari kemana? Sudah banyak saya bahas pada tulisan saya sebelumnya.
Elektoral Anies yang selama ini dipublished di media, yang hanya dikisaran 19%, dan trend-nya menurun terus, saya duga, sebagian besar disumbang dari elektoral AHY sebagai Cawapres, yang nilainya diangka 22%, jauh diatas Imin yang hanya dibawah 2%. Mburu uceng kelangan deleg.
Publik berharap Anies berpasangan dengan AHY. Ini murni berdasar data statistik.
Apa yang terjadi? Pendukung Anies yang semula berharap Anies berpasangan dengan AHY, ternyata Anies berpasangan dengan Imin, akan kecewa berat, dan menarik dukungannya. Jumlah mereka sangat besar relatif dibanding elektoral Anies Baswedan. Lari kemana? Pada tulisan saya sebelumnya, sudah saya bahas.
Bagaimana dengan koalisi Indonesia Maju yang dipimpin Prabowo? Mereka, PAN, Golkar, dan Gerindra, mencalonkan/mendukung kembali Prabowo sebagai Capres 2024.
Amankah? Jawabnya jelas tidak. Ingat elektoral Golkar pada Pileg 2019 diatas Gerindra. Jika, Airlangga Hartarto tidak dipilih jadi cawapresnya Prabowo, koalisi Indonesia Maju dalam ancaman serius. Posisi Prabowo susceptible saat ini, indeed. Gawat!
Golkar pada Pileg 2019 mencapai 14%, namun elektoral Airlangga Hartarto sebagai Capres atau Cawapres, jauh dari harapan. Airlangga Hartarto tidak beda jauh dengan Muhaimin Iskandar.
Apa artinya? Para pemilih Golkar, sebagian besar tidak memilih Airlangga Hartarto. Memilih siapa mereka? Sebagian besar, memilih Ganjar Pranowo.
Banyak kader-kader PAN di daerah secara terbuka membelot mendukung Ganjar Pranowo.
Posisi Koalisi Indonesia maju masih belum aman.
Sekali lagi saya sarankan, Partai Demokrat gabung PDI Perjuangan. Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian.
Pak SBY dengan kebesaran jiwanya, menyambung silaturahmi, ke ibu Megawati Soekarnoputri. Wus tekan titiwancine. Kabeh-kabeh wus ginaris pepesthen.
Siapa yang diuntungkan dengan kasus-kasus diatas? I told you already.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)