Meski demikian, Burhanuddin menekankan ada langkah yang harus dipenuhi Demokrat jika bergabung dengan salah satu dari dua koalisi itu.
RUANGPOLITIK.COM – Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai Partai Demokrat lebih berpotensi untuk bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto usai menarik dukungan dari Anies Baswedan.
Menurutnya, Partai Demokrat masih memiliki sejumlah opsi usai memutuskan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), yakni membentuk poros baru dengan PKS dan partai lain, bergabung dengan gerbong pengusung Prabowo Subianto atau opsi lain bergabung dengan koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo.
Namun, Burhanuddin menilai potensi Demokrat membentuk poros baru atau merapat ke Ganjar lebih kecil mengingat riwayat hubungan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarnoputri.
“Jadi potensi Demokrat untuk bergabung memang lebih besar ke Pak Prabowo. Meski pun lagi-lagi kita perlu lebih sabar untuk menunggu pergerakan Partai Demokrat ke depan,” katanya kepada media.
Meski demikian, Burhanuddin menekankan ada langkah yang harus dipenuhi Demokrat jika bergabung dengan salah satu dari dua koalisi itu.
Partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu harus mengubah narasi perubahan yang selama ini disuarakan. Sebab, capres Prabowo yang diusung Partai Gerindra, Partai Golkar, dan PAN maupun capres Ganjar sama-sama menjadi bagian dari pemerintah Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, Partai Demokrat selama ini menyuarakan narasi perubahan dengan mengusung Anies Baswedan yang berasal dari luar pemerintahan untuk menjadi calon presiden.
“Misalnya masuk ke dalam salah satu koalisi pendukung pemerintah, Partai Demokrat harus melakukan packaging ulang terhadap narasi perubahan yang selama ini mereka suarakan,” tutur Burhanuddin.
Partai Demokrat sebenarnya masih memiliki alternatif lain setelah berpisah dari Partai NasDem dan PKS. Burhanuddin menyebut partai itu dapat membentuk poros baru bersama PPP dan PKS, seperti yang belakangan ini ramai diisukan.
Namun, potensi opsi itu agak sulit terwujud. Burhanuddin memberi contoh PKS yang berat meninggalkan Koalisi Perubahan. Alasannya, basis massa PKS adalah pendukung Anies Baswedan, sehingga terlalu berisiko jika PKS pindah gerbong dengan mengusung capres baru.
“PKS ini basis massanya sudah terlalu Anies, jadi kalau mereka mengusung Capres baru bersama Demokrat tentu akan menimbulkan bumerang dari kalangannya sendiri,” ujar Burhanuddin.
Sementara itu, Burhanuddin menjelaskan Partai Demokrat juga semakin berisiko jika memutuskan tidak mengusung siapa pun dalam Pilpres 2024.
Sebab, menurut UU Pemilu, partai yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon dapat kena sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya jika tidak mengajukan capres-cawapres.
“Kalau tidak mengusung mereka tidak boleh mengikuti Pemilu 2029. Jadi pilihannya memang memilih antara Ganjar dan Prabowo atau menarik mitra koalisi baru untuk membentuk poros baru,” ujar Burhanuddin.
Partai Demokrat resmi menarik dukungan terhadap Anies Baswedan karena AHY batal dijadikan cawapres. Demokrat juga menentang keputusan Anies dan Partai NasDem yang meminang Ketum PKB Muhaimin Iskandar untuk menjadi cawapres.
Sementara itu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) resmi dideklarasikan sebagai bakal calon pasangan presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2024.
Deklarasi ini diumumkan langsung oleh Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9).
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)