Ia mengatakan, langkah-langkah strategis tentubya harus dilakukan untuk bisa beradaptasi dengan perubahan iklim. Sehingga produksi pertanian tidak terganggu dengan perubahan cuaca dan iklim.
RUANGPOLITIK.COM —Sebagai upaya untuk antisipasi ancaman produksi pangan dalam kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu. Badan Meteoroligi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan penyuluhan pertanian bagi para petani dan penyuluh petani untuk bisa beradaptasi dengan perubahan cuaca yang tidak menentu.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, perubahan iklim yang tidak menentu tentunya akan berdampak kepada para petani, imbasnya akan terjadi pada ancaman ketahanan pangan.
“Kalau dibiarkan saja, petani tidak dapat beradaptasi, akhirnya berdampak pada kelangkaan pangan, karena gagal panen dengan perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu, jadi program ini bagaimana BMKG memberikan pemahaman kepada para petani dan penyuluh petani tentang cuaca iklim dan bagaimana mitigasinya,” ucap Dwikorita, di Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur pada Rabu, 12 Juli 2023.
Ia mengatakan, langkah-langkah strategis tentubya harus dilakukan untuk bisa beradaptasi dengan perubahan iklim. Sehingga produksi pertanian tidak terganggu dengan perubahan cuaca dan iklim.
“Tentuhya menyiapkan program, bagaimana kita bisa melatih para petani untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, karena perubahan iklim ini berdampak pada tidak menentunya cuaca dan iklim karena ini sulit untuk di prediksi,” katanya.
Ia mengatakan, Wilayah Cianjur menjadi salah satu Wilayah yang menfapatkan ptogram sekolah sekolah lapang iklim, karena merupakan salah satu Wilayah yang menjadi lumbung padi, khususnya di Jawa Barat.
“Disini produktifitas padinya sangat tinggi dibandingkan Wilayah lain di Indonesia dan Cianjur juga wilayah yang terdampak perubahan iklim apalagi baru saja mengalami gempa bumi jadi bagaimana kondisi para petani itu harus bangkit dari bencana sekaligus kondisi iklim semakin ekstirim, tahun ini tahun kering, Cianjur merupakan salah satu lokasi ideal yang juga ekstrem untuk pembelajaran,” katanya.
Ia mengatakan, di tahun 2023 saja, BMKG sudah melakukan sekolah lapang iklim ini di 76 lokasi, dan ini sudah dilakukan sejak tahun 2011.
“Ini bukan program dadakan, sudah ada sekitar 18 ribu petani, ini sudah berlangsung lama dan kita tularkan kepada Negara-Negara Kolombo Plan salah satunya dari Philipina,” katanya.
Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dr. Ardhasena sopa heluwakan mengatakan, adaptasi para petani untuk perubahan iklim yang dilakukan, strateginya ketika kekeringan lahan tersebut diadopsi dengan varietas lain bukan padi hingga awal musim tanamnya disesuaikan.
“Kemudian agak mundur tapi disesuaikan dengan varietas yang bisa dipanen lebih cepat karena musim hujannya menjadi lebih pendek setelah setelah musim kemarau yang panjang, pada kahirnya bisa menghasilkan produktifitas yang tinggi,” katanya.
Untuk sekolah lapang iklim, para petani diberikan materi mengenai karakter musim, bagaimana cara membaca musim, cara membaca alam.
“Seperti hari ini dimana para petani mengamati fenologi sudah berapa tinggi padinya, pengamatan ini dilakukan secara berkala sampai akhirnya dilakukan panen cepat, jadi ini bukan kegiatan yang insidentil, ini merupakan program rutin, dalam satu tanam dipandu petaninya hingga panen lalu kita coba replikasi juga ke petani lain,” katanya.
Ia mengatakan, sekolah lapang memiliki persentasi yang tinggi, kenaikan produksinya hingga 30 persen dibandingkan produksi awal sebelum mengikuti sekolah lapang.
“Dulu waktu ada el nino panjang sekitar tahun 2016 dilakukan program sekolah lapang sehingga produktivitasnya tetap tinggi, sehingga ini sangat bagus untuk menghadapi cuaca ekstrem dalam perubahan cuaca dan iklim,” katanya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)