Usulan penghapusan pajak progresif disampaikan Kakorlantas Polri, Irjen Pol Firman Shantyabudi pada saat rapat bersama Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
RUANGPOLITIK.COM —Pajak progresif dinilai tidak berdampak signifikan terhadap pemasukan negara. Justru, pajak progresif membuat masyarakat tidak jujur dengan memalsukan identitas kepemilikan kendaraan demi menghindari pajak progresif.
Salah satu contoh temuan masyarakat yang menghindari pajak progresif, pemilik rumah gubuk dan penerima subsidi justru tercatat sebagai pemilik mobil mewah Alphard. Ternyata cuma titipan.
Pajak progresif berlaku di masyarakat masyarakat, yaitu bagi pemilik kendaraan lebih dari satu.
Usulan penghapusan pajak progresif disampaikan Kakorlantas Polri, Irjen Pol Firman Shantyabudi pada saat rapat bersama Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Irjen Firman mengatakan, beban pajak yang ditambahkan ketika seseorang memiliki kendaraan lebih dari satu, ternyata tidak berdampak pada pemasukan negara.
Sebaliknya, malah menjadikan masyarakat tidak jujur. Main akal-akalan dan memanfaatkan segala situasi.
Firman menjelaskan, saat ini banyak masyarakat mampu dan kaya, menghindari pajak progresif dengan memalsukan identitas kepemilikan kendaraannya.
Firman mengungkapkan, dampak pemalsuan kepemilikan kendaraan ini sangat menyulitkan kepolisian. Sebab, polisi jadi sulit mengidentifikasi identitas kepemilikan kendaraan ketika terjadi sesuatu hal.
“Orang yang mau mobil tiga, empat, biar saja. Tidak usah diprogresif,” kata Irjen Firman seperti dilansir dari PMJNews.
“Ketika kami bicara dengan Bu Nicke (Dirut) Pertamina untuk menghitung subsidi, ada orang yang secara catatan harus dapat, tapi dia punya mobil Alphard,” jelas Firman.
Firman mengungkapkan, ada pemilik kendaraan yang rumahnya gubuk, tetapi tercatat memiliki mobil mewah Alphard.
“Ternyata ini titipan. Cuma minjam STNK untuk menghindari pajak progresif. Ini kan repot (kalau mobil tersebut terkena ETLE atau sanksi lainnya),” ungkap Firman.
Firman juga mengungkapkan temuan Direktur Penegakan dan Hukum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan. Hampir 30 persen kendaraan di Indonesia bukan atas nama pemilik aslinya.
Hal ini menyebabkan terjadinya surat tilang yang salah alamat. Oleh karena itu, penerapan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) tidak efektif.
Dengan mengusulkan pajak progresif dihapus, Irjen Firman berharap pemilik kendaraan tidak lagi mengakali surat-surat kepemilikan kendaraan mereka.
Identitas kendaraan dan pemiliknya dapat didata dengan lebih baik lagi.
“Kami dengan tim Samsat Nasional sudah berjalan ke gubernur untuk meminta nol-kan biaya balik nama dan pajak progresif,” pungkasnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)