RUANGPOLITIK.COM — Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memberikan tanggapannya ketika ditanya mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset. Tanggapan itu disampaikannya ketika menjawab pertanyaan wartawan soal RUU Perampasan Aset yang tak kunjung dibahas DPR.
“RUU perampasan aset? Saya itu sudah mendorong tidak sekali dua kali, sekarang itu posisinya ada di DPR,” ujar Jokowi usai meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di Aceh, pada 27 Juni 2023.
Jokowi kemudian mengatakan, apakah dia harus mengulang untuk memberikan penekanan agar RUU itu segera dibahas di DPR.
Menurutnya, hal itu tidak akan dia lakukan. Sebab, posisi dari RUU itu sudah berada di parlemen. Oleh karenanya, Jokowi meminta untuk memberikan dorongan kepada DPR.
“Masa saya ulang terus, saya ulang terus, saya ulang terus, ya engga lah. Sudah di DPR. Sekarang dorong saja yang di sana (DPR),” katanya.
Sebelumnya, Jokowi meminta agar RUU ini segera disahkan. Selain itu, Presiden juga meminta RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dibahas di DPR.
“Saya mendorong agar RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera diundangkan dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal segera dimulai pembahasannya,” ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, pada 7 Februari 2023.
Jokowi menyatakan, pemerintah berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi. Ia memastikan langkah ini tidak pernah surut.
Sejalan dengan hal itu, Jokowi juga mengatakan, pemerintah terus berupaya melakukan pencegahan korupsi dengan membangun sistem pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.
Adapun RUU Perampasan Aset yang diusulkan pemerintah hingga kini nasibnya masih menggantung.
Pasalnya, sejak pemerintah mengirim surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023, pimpinan DPR hingga kini tak kunjung membacakannya dalam rapat paripurna.
Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR. Akan tetapi, nasib RUU Perampasan Aset tetap belum jelas.
Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mengungkapkan, terhambatnya pembacaan surpres RUU Perampasan Aset dalam rapat paripurna disebabkan proses politik yang belum tuntas di antara fraksi-fraksi partai politik (parpol) parlemen.
“Itu kan ada proses secara politik di antarfraksi, itu kan masih berjalan gitu loh. Sehingga mereka setelah bulat, baru sampai ke kami-kami pimpinan itu,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 20 Juni 2023.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani menyadari bahwa kehadiran RUU Perampasan Aset genting.
Kendati demikian, pihaknya mengaku perlu mencermati masukan masyarakat sebelum akhirnya RUU Perampasan Aset dibacakan di rapat paripurna.
“Namun, juga masukan dan tanggapan dari masyarakat, kemudian hal-hal lain yang harus kami cermati juga itu menjadi sangat penting,” ujar Puan.
Ia lantas meminta semua pihak untuk bersabar. Puan tidak ingin proses pembahasan dilakukan secara tergesa-gesa.
“Jadi jangan melakukan satu pembahasan itu dengan terburu-buru, kemudian enggak sabar, kemudian hasilnya enggak maksimal,” kata Puan.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, pihaknya mendesak pimpinan DPR untuk segera memproses surpres RUU Perampasan Aset dengan membacakannya di rapat paripurna.
“Iya (mendesak). Fraksi PPP adalah fraksi yang setuju agar RUU Perampasan Aset itu segera dimusyawarahkan di rapat musyawarah pengganti Bamus,” ujar Arsul saat dimintai konfirmasi, Rabu (21/6/2023).
Arsul mengatakan, DPR harus segera menentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) mana yang akan membahas RUU Perampasan Aset.(Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)