RUANGPOLITIK.COM-Tidak sedikit orang mengalami kehidupan pribadi yang berantakan pasca pandemi Covid-19. Banyak pekerja yang menanggung beban berat dalam hidup sehingga menjadikan kehidupan kantor sebagai salah satu suaka untuk berkeluh kesah.
Fenomena ini berujung dengan oversharing. Ini merujuk kondisi ketika seseorang tidak bisa membatasi diri sendiri dalam membagikan informasi pribadinya kepada publik.
Miranda Green dari Financial Times menyebut ‘wabah’ oversharing terjadi karena krisis pribadi yang menimbun banyak kumpulan emosi, yang tidak dapat dikeluarkan dengan baik selama ini.
“Apa pun sebutannya, upaya ketenangan profesional secara bertahap ditinggalkan demi pertukaran pengakuan dan empati massal dan multi arah,” kata Green, Selasa (27/6/2023).
“Ini benar-benar menjadi no filter, kita semua begitu terpukul oleh tantangan yang datang sehingga hanya ada sedikit energi untuk apa pun selain pekerjaan itu sendiri,” ujarnya lagi.
Sebenarnya, oversharing di kantor juga dapat menimbulkan sikap saling mendukung. Ini di sisi lain, bisa membuat pikiran orang tetap sehat dan dapat bekerja lebih lama.
Bahkan sebuah penelitian di Australia terhadap wanita berusia antara 45 dan 70 yang dirilis tahun ini menemukan bahwa mereka yang memiliki teman di tempat kerja dan hubungan baik dengan rekan kerja jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan berbagai penyakit umum. Termasuk diabetes, tekanan darah tinggi, bahkan kanker.
“Setelah kesulitan yang disebabkan oleh keadaan darurat Covid-19, persahabatan ini, baik baru-baru ini maupun jangka panjang, terasa sangat menyehatkan,” jelas Green.
Namun oversharing dapat menjadi pisau bermata dua. Sebab tidak sedikit orang yang belum tahu sifat lawan bicaranya dan bagaimana yang bersangkutan dapat menangani informasi yang berlebihan tersebut.
“Bagaimana jika runtuhnya kepribadian Anda di tempat kerja berarti hukuman karir setelah krisis Anda berlalu? Bagaimana jika persahabatan kerja itu tidak dapat menahan beban?” ujar Green.
Meski begitu, kata Green, ini adalah perjalanan yang memperkenalkan lebih banyak emosi daripada meredamnya. Pra-pandemi tampak menyegarkan, di mana ini adalah kesempatan untuk bercerita tanpa menggunakan ‘jaket’ profesionalitas yang menyeragamkan tenaga kerja.
EDITOR: Adi Kurniawan
(RuPol)