Meski diakui bahwa Jokowi adalah representasi dari semua elemen masyarakat, BEM salah satu kampus negeri di Jakarta itu berpendapat tidak pantas jika presiden berpihak pada kepentingan politik tertentu yang hal tersebut tecermin dari apa yang dilakukannya selama ini.
RUANGPOLITIK.COM —Menurut Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Presiden Jokowi harus bersikap netral menjelang Pemilihan Presiden atau Pemilu 2024. Hal itu disampaikannya lewat unggahan akun Twitter @BEMUI_Official pada Sabtu 20 Mei 2023.
Dalam pandangan organisasi kemahasiswaan itu, tak hanya dalam konteks Pemilu 2024, seorang presiden tak terkecuali Jokowi juga perlu netral dalam hal apapun, bukannya memihak salah satu pihak hanya demi kepentingan.
“Sebagai seorang pemimpin Indonesia, sudah seharusnya setiap tindak-tanduk presiden bersifat netral dan tidak bias dari kepentingan politik tertentu,” kata BEM UI.
Meski diakui bahwa Jokowi adalah representasi dari semua elemen masyarakat, BEM salah satu kampus negeri di Jakarta itu berpendapat tidak pantas jika presiden berpihak pada kepentingan politik tertentu yang hal tersebut tecermin dari apa yang dilakukannya selama ini.
“Jokowi sebagai presiden haruslah menjadi wasit yang netral pada Pemilu 2024 nanti, bukan justru cawe-cawe untuk pesta demokrasi mendatang,” tutur BEM UI lagi.
Jokowi disebut melanggar etika politik dengan pakai fasilitas negara untuk kepentingan partai
Dalam cuitan BEM UI, disebutkan bahwa ada etika politik yang harus dipatuhi Jokowi. Etika itu tercantum dalam buku karya Andrew Stark yang berjudul Conflict of Interest in American Public Life.
“Berdasarkan etika politik, seorang presiden tidak layak menggunakan fasilitas jabatannya untuk digunakan pada sesuatu yang di luar tanggung jawab kekuasannya. Mirisnya, tidak hanya bertentangan dengan etika politik, tetapi sudah jelas Jokowi melanggar peraturan hukum yang berlaku,” katanya.
Menurut badan mahasiswa UI tersebut, Jokowi melanggar etika politik dan peraturan hukum berkaitan dengan aksinya terlihat seolah-olah mendukung salah satu calon presiden (Capres) serta mengumpulkan ketua umum partai politik di Istana Negara.
“Lebih baik jika Jokowi mengedepankan politik gagasan untuk perbaikan demokrasi Indonesia ke depan daripada menghadirkan politik pencitraan yang terus terwariskan hingga sekarang,” tuturnya lagi.
Pencitraan dilakukan Jokowi, lanjut BEM UI dalam cuitannya, dengan melakukan ‘endorse’ terhadap salah satu Capres yang diusung satu di antara partai politik besar di tanah air tersebut. Hendaknya presiden menjadi milik rakyat dan membela kepentingan publik, bukan partai politik tertentu.
“Apa yang Jokowi lakukan dengan terang-terangan selama ini, sudah jelas sekali hanya mementingkan aspirasi dari partai politik tertentu. Fenomena tersebut tentunya tidak bisa dibiarkan mengingat presiden adlaah jabatan publik yang berbasis pada etika politik yang baik,” ujarnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)