Ahok seolah sudah kehilangan taring selama jadi Komisaris Utama Pertamina. Tidak ada lagi suara lantang yang memang harus dilakukan seorang Komisaris Utama
RUANGPOLITIK.COM — Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memutuskan untuk memberhentikan satu direksi PT Pertamina (Persero), yaitu Direktur Penunjang Bisnis Dedi Sunardi menyusul adanya insiden kebakaran pada Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, pada Jumat malam kemaren.
Menurut Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga tidak cukup sampai disitu. Ia menilai sudah seharusnya Erick Thohir memecat Dirut Nicke Widyawati dan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai sanksi atas terbakarnya kilang minyak di Plumpang, Jakarta tersebut.
Sanksi itu layak diberikan karena kebakaran kilang minyak sudah enam kali. Setiap kilang minyak terbakar selalu menelan korban jiwa dan kerugian materi yang sangat besar.
Nicke seolah tidak mengevaluasi semua kilang minyak yang dimiliki Pertamina. Sementara Ahok tampaknya alpa dalam mengawasi kerja Dirut sebagai Direksi Pertamina, khususnya dalam mengelola kilang minyak.
“Ahok seolah sudah kehilangan taring selama jadi Komisaris Utama Pertamina. Tidak ada lagi suara lantang yang memang harus dilakukan seorang Komisaris Utama,” paparnya, Rabu (8/3/23).
Hal itu kata Ritonga menunjukkan, Nicke dan Ahok memang tak mampu mengelola Pertamina. Pertamina tetap seperti dulu, yang tak mampu bersaing di kancah internasional.
“Jadi, untuk meningkatkan kinerja dan mengamankan semua aset Pertamina sudah seharusnya semua Direksi dan Komisarisnya dievaluasi. Mereka yang tak layak karena memang kompetensinya rendah sudah seharusnya diganti,” ujarnya.
Ia mengatakan pendekatan koncoisme dan politis dalam memilih Direksi dan Komisaris Pertamina sudah seharusnya ditanggalkan. Karena itu, profesionalisme sudah harus dikedepankan dalam memilih Direksi dan Komisaris.
Pertamina juga harus dijadikan perusahaan yang independent. Tidak boleh lagi dijadikan sapi perah untuk kepentingan elite politik.
“Hal itu diperlukan agar Pertamina bisa sejajar dengan perusahaan minyak lainnya di negara lain. Pertamina bisa asalkan dipimpin orang-orang profesional dan tidak dijadikan sapi perah,” pungkas Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu. (Syf)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)