Akan menambah deretan ‘beban’ kampanye bagi Anies. Apalagi citra yang berusaha dilekatkan selama ini, seperti seorang yang agamis dan intelektual, ternyata suka ingkar janji.
RUANGPOLITIK.COM – Mengapungnya perjanjian antara Prabowo Subianto dengan Anies Baswedan, terkait janji tidak akan bersaing dengan Prabowo di pemilihan presiden, akan menambah deretan berat beban Anies dalam kampanye pilpres mendatang. Profil Anies yang terlihat bersih, agamis dan intelektual akan tercoreng dengan label suka ingkar janji.
“Akan menambah deretan ‘beban’ kampanye bagi Anies. Apalagi citra yang berusaha dilekatkan selama ini, seperti seorang yang agamis dan intelektual, ternyata suka ingkar janji. Memang kesannya masalah kecil, tapi akan menjadi gorengan luar biasa,” ujar Pengamat Politik Dr Sholeh Basyari melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Rabu (1/02/2023).
Dengan terbongkarnya isi perjanjian tersebut, maka selain seorang yang ingkar janji, Anies juga akan mendapat label orang yang tidak tahu berterima kasih. Karena pada Pilkada DKI lalu, Anies yang tidak memiliki partai diusung oleh Gerindra bersama Sandiaga Uno setelah melalui persetujuan Prabowo Subianto.
“Kabarnya pada Pilkada DKI itu, Anies hanya bawa ‘badan kosongan’. Partai pengusung dan biaya-biaya banyak mendapatkan support dari Sandiaga dan Gerindra. Tentunya andil Prabowo sangat besar menjadikannya Gubernur DKI. Jika memang ada perjanjian itu, wajar juga kalau Anies mendapat cap tidak tahu berterima kasih,” terang Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) tersebut.
Sebelumnya kata Sholeh, Anies juga memiliki riwayat perjalanan politik yang suka berpindah-pindah melihat kesempatan yang terbuka. Anies tercatat pernah mengikuti Konvensi Presiden Partai Demokrat pada Tahun 2013 lalu, namun dia kalah oleh Dahlan Iskan, kemudian Anies bergabung dengan tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.
“Anies juga sempat menjadi Menteri Pendidikan di awal Pemerintahan Jokowi, namun kemudian dipecat dan pada Pilkada DKI bergabung bersama kompetitor Jokowi, Prabowo Subianto yang mengusung sebagai Gubernur DKI. Jadi riwayat ini akan jadi catatan tersendiri, apalagi kemungkinan pada Pilpres 2024 nanti, Anies malah bergabung dengan NasDem untuk melawan Prabowo,” papar Sholeh.
Jika deretan sejarah ‘loncat sana-sini’ itu menjadi gorengan, akan mempengaruhi profil Anies yang tidak yang selama ini terkesan tidak mengejar jabatan.
“Sebenarnya pada Pilpres 2019 lalu, soal perjanjian ini juga mengapung saat nama Anies masuk dalam bursa capres. Namun Anies ternyata tidak ikut dan salah satu alasannya tidak mau bersaing dengan Prabowo. Sekarang ini kenapa Anies langgar janji itu? Bisa jadi Anies menyangka Prabowo tidak nyalon lagi pada Pilpres 2024, makanya dia tanda tangan saja perjanjian itu. Tapi janji tetap janji dan ingkar tetap ingkar, gitu kan. Hehe…,” pungkas Sholeh.
Sebelumnya Sandiaga Uno membenarkan bahwa ada perjanjian atau kontrak politik antara Anies dengan Prabowo. Menurutnya kontrak itu disusun oleh Fadli Zon, tepat sebelum Gerindra mengusung Anies dan Sandiaga untuk Pilkada DKI. (ASY)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)