RUANGPOLITIK.COM— Peta pilpres 2024 masih terlihat buram, pasalnya durasi waktu yang masih panjang sebelum pendaftaran parpol ke KPU membuat para elit masih mengulur waktu dengan melihat srategi lawan politik lainnya. Dan srategi ini yang tengah dimainkan oleh PDIP dengan tak umumkan capres terlalu dini.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjelaskan, sebagai Ketua Umum yang terpilih di kongres partai, maka menjadi kewenangannya untuk mencalonkan kandidat capres.
“Saiki nungguin. Gak ada, ini urusan gue,” kata Mega saat menyampaikan pidato dalam acara HUT PDIP di JIExpo, Selasa (10/1/2023).
Hal senada juga diungkap oleh politisi senior PDIP Panda Nababan, bahwa untuk penetapan capres kali ini Megawati lebih berhati-hati dan mempertimbangkan banyak hal. Apalagi persaingan yang ketat antar Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang tentu saja itu tak mudah.
Dia menceritakan pengalaman pahit tahun 2013 yang dimaksudnya. Saat itu, Panda masih menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Sumatera Utara.
“Sebagai Ketua DPD, rakernas gitu. Saya naik podium, saya umumkan waktu itu, calon presiden Joko Widodo. Saya mendahului Megawati, waktu itu,” jelas Panda.
“Sebagai Ketua DPD, rakernas gitu. Saya naik podium, saya umumkan waktu itu, calon presiden Joko Widodo. Saya mendahului Megawati, waktu itu,” jelas Panda.
Panda mengatakan kejadian itu di Ecopark, Ancol. Imbas aksinya itu, Megawati selaku Ketum PDIP geram terhadapnya.
“Dalam kapasitas itu, aku lihat muka Megawati murem, kesel. Kayaknya marah gitu loh. Geram, kelihatan mukanya itu dia,” tutur Panda.
Lebih lanjut, dia menambahkan, sehari setelah kejadian itu, Megawati langsung mengumpulkan para Ketua DPD dan DPP PDIP. Panda mengaku dalam kesempatan itu, ia dimarahi habis oleh Megawati.
Megawati saat itu mencecar dirinya mengapa sampai mengumumkan nama Jokowi.
“Di situ habis aku disemprot sama Mega. Bisa apa dia? Kenapa kau usulkan? Apa itu Jokowi? Mampu apa itu Jokowi? Kau kenal di mana Jokowi? Kenapa kau ini,” tutur Panda menirukan ucapan Megawati.
Sementara, itu menurut pengamat politik Efriza dari Citra Institute saat dihubungi RuPol, Jumat (13/1/2023) mengatakan jika pidato Ketum PDIP tersebut sedang melakukan konsolidasi partai dan menunjukkan kekuatan partai.
“Ia juga menunjukkan dirinya adalah pemegang hak prerogatif PDIP soal capres dan cawapres. Strategi PDIP hanya diteguhkan, diingatkan kembali, dengan cara menunjukkan makna partai yang hakiki bukanlah sebagai kendaraan tetapi bekerja untuk masyarakat dengan dasar ideologi, serta kader telah mempercayai Megawati sebagai pemegang keputusan tunggal. Dan, Megawati dalam pidato berhasil mengubur impian dan wacana tiga periode, artinya PDIP masih sebagai partai yang konsisten menjaga reformasi,” jelas Efriza.
Nama Ganjar Pranowo juga tak disinggung oleh Mega dalam pidatonya tersebut. Namun dosen ilmu pemerintahan ini melihat bagian dari skenario Mega memperlihatkan seolah Ganjar tak dianggap.
“PDIP, sengaja menyingkirkan Ganjar, agar bisa menunjukkan kualitas diri sebagai kader dengan kinerja, meningkatkan elektabilitas dengan bersama rakyat,” ungkapnya.
Dan Efriza menilai langkah ini juga dilakukan Mega terhadap Puan Maharani saat pidato kemarin. Padahal keduanya dianggap memiliki kans yang sama sebagai capres dari PDIP.
“Jadi saat ini, Megawati tidak terlalu dapat dianggap sudah memutuskan Puan Maharani. Tetapi, Megawati sedang membuat tiga koalisi yang ada saat ini berpikir lebih keras. Megawati berhasil secara tidak langsung mengendalikan koalisi-koalisi di luar, untuk menunggu PDIP. Ini menunjukkan Megawati bukan lagi memancing lawan politiknya, tapi sudah membuat lawan politiknya lebih berhati-hati, mereka amat memperhitungkan sepak terjang Megawati, ” jelasnya.
HUT PDIP telah menunjukkan kualitas PDIP, berhasil membuat resah, lebih mawas diri partai-partai lain yang sedang akan berkoalisi maupun yang telah berkoalisi.
” Artinya penentuan capres dapat memanas hingga menit akhir, tiga koalisi berhasil dibawa arus untuk lebih memperhatikan PDIP, ketimbang percaya diri untuk bertarung melawan PDIP dengan misalnya menetapkan capres/cawapres,” pungkasnya.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)