Bahwa video hanyalah potongan atau editan, yang ternyata setelah kami klarifikasi kepada beliau, telah tidak secara utuh menampilkan pernyataan
RUANGPOLITIK.COM — Sidang pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal sudah memasuki bulan ketiga, sejak 17 Oktober 2022.
Sampai saat ini persidangan masih berlangsung. Namun video vonis sudah beredar di media sosial.
Dalam Video itu menarasikan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso sedang bicara terkait Ferdy Sambo viral.
Hakim Wahyu Iman Santoso merupakan hakim ketua dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Di mana salah satu terdakwa perkara tersebut, Ferdy Sambo.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah melakukan klarifikasi ke Wakil Ketua PN Jaksel Wahyu Iman Santoso terkait video viral tersebut.
“Bahwa video hanyalah potongan atau editan, yang ternyata setelah kami klarifikasi kepada beliau, telah tidak secara utuh menampilkan pernyataan,” kata Humas PN Jaksel Djuyamto.
Djumyanto mengatakan, Wahyu hanya menjelaskan secara normatif hukuman dalam kasus pembunuhan berencana.
“Dalam pernyataan sebenarnya, beliau hanya berbicara secara normatif, yaitu terkait ancaman pidana pada pembunuhan berencana adalah pidana mati, seumur hidup maupun 20 tahun penjara,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis buka suara. Pihakya tak akan terpengaruh terkait bocornya vonis kasus yang menjerat Ferdy Sambo, kata Arman Haris tim kuasa hukum Sambo memilih fokus pada proses persidangan yang sedang berjalan.
“Memang dalam beberapa hari terakhir ini kami melihat perbincangan di media sosial . Kami tim kuasa hukum akan tetap memusatkan perhatian kepada proses hukum yang saat ini sedang berjalan,” katanya, seperti dilansir Anatara.
Arman berharap proses peradilan objektif dan imparsial. Arman pun meyakini peradilan di Indonesia memiliki pengawasan berimbang.
“Sejak awal kami mengharapkan proses peradilan yang objektif dan imparsial. Kami percaya sistem peradilan kita telah memiliki mekanisme pengawasan yang berimbang,” ujarnya.
Menurutnya, narasi dalam video viral itu sangat menyesatkan. Alasannya proses persidangan kasus pembunuhan Brigadir J saat ini masih pada tahap pemeriksaan, sehingga belum ada tuntutan apalagi vonis.
Apalagi dalam video itu banyak adegan yang tak masuk akal seseorang yang dinarasikan sebagai Hakim Wahyu mengenakan baju batik dan celana abu-abu.
Ia duduk di sofa sambil menerima telepon. Dalam narasi video, ia disebut sedang diskusi dengan seorang wanita di depannya.
Orang yang disebut sebagai Hakim Wahyu itu, mengatakan tidak butuh pengakuan Ferdy Sambo. “Bukan, masalahnya dia nggak masuk akal banget dia nembak pakai pistol Yosua. Tapi enggak apa-apa, sah-sah saja. Saya enggak akan pressure dia harus ngaku, saya enggak butuh pengakuan,” katanya.
“Saya nggak butuh pengakuan. Kita bisa menilai sendiri. Silakan saja, saya bilang mau buat kayak begitu. Kemarin tuh sebenarnya mulut saya sudah gatal, tapi saya diemin saja,” sambung pria itu.
Sementara itu, pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan mengatakan terkait vonis Ferdy Sambo pilihannya adalah hukuman mati, seumur hidup, maupun penjara. “Itu kewenangan hakim. Dasarnya bukan hanya keterangan ahli, tapi pertimbangan hakim,” ujar
Dampak kejahatan Sambo bukan hanya mematikan sang ajudan, Yosua. Melainkan turut menyeret 97 personel polisi. Enam di antaranya duduk sebagai terdakwa obstruction of justice. (Syf)
Editor: Syafri Ario, S. Hum
(Rupol)