Dari evaluasi itulah, proyek Elang Hitam akhirnya diputuskan untuk dialihkan ke versi sipil, yang otomatis akan menghilangkan kemampuan kombatan Elang Hitam
RUANGPOLITIK.COM —Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) resmi menghentikan proyek pengembangan drone Elang Hitam pada tahun ini. Dengan ini, ambisi Indonesia memiliki drone kombatan di masa depan pun pupus.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko berdalih bahwa proyek pengembangan Elang Hitam tidak dihentikan, tetapi dialihkan dari versi militer ke sipil.
“Informasi tersebut tidak benar karena program PUNA (pesawat udara nirawak) dilakukan refocusing untuk tujuan sipil (ISR) dan bukan kombatan,” kata Laksana dikutip RuPol, Sabtu (17/12/2022).
Laksana menjelaskan bahwa pengalihan versi drone ini berangkat dari hasil evaluasi dan audit mendalam pasca-kegagalan Elang Hitam mengudara dalam momen uji coba pada Desember 2021.
Selain faktor gagal terbang, pengalihan ini juga tak lepas akibat adanya berbagai masalah teknis yang menyangkut mitra pemilik teknologi kunci pengembangan drone.
Dari evaluasi itulah, proyek Elang Hitam akhirnya diputuskan untuk dialihkan ke versi sipil, yang otomatis akan menghilangkan kemampuan kombatan Elang Hitam.
Kesalahan Laksana juga berdalih, pengembangan drone perdana dengan langsung menargetkan kemampuan kombatan merupakan sebuah kesalahan.
Ia beralasan, hal ini karena teknologi kunci belum dikuasai ketika proyek ini berjalan. “Strategi memulai dengan kombatan padahal teknologi kunci belum dikuasai merupakan kesalahan,” ujar Laksana.
Menurut Laksana, pengalihan versi ini membuat proyek drone Elang Hitam di masa mendatang tak terkena restriksi atau pembatasan, sebagaimana yang terjadi pada versi militer untuk pertahanan dan keamanan.
Dengan pengalihan ke versi sipil, Laksana mengeklaim proyek drone Elang Hitam memiliki pangsa yang lebih menjanjikan. Sebab, pengembangan Elang Hitam ke depan diproyeksikan untuk kebutuhan monitoring seperti cuaca hingga kebakaran hutan.
“Versi sipil pada prinsipnya juga memanfaatkan teknologi kunci yang sama, tetapi spesifikasi dan tuntutannya tidak setinggi versi hankam (pertahanan keamanan),” terangnya.
Nihil rencana jangka panjang Sementara itu, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Chappy Hakim menilai, dihentikannya proyek ini memperlihatkan nihilnya perencanaan strategis jangka panjang sejak awal.
“Momen dibatalkannya itu pelajaran yang bisa kita petik, ternyata ‘Oh ya, kita memang tidak punya rencana strategis jangka panjang’,” tukas Chappy.
Di sisi lain, Chappy menegaskan, Indonesia tidak mungkin bisa mendapatkan teknologi secara gratis. Baginya, transfer teknologi dalam sebuah pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) hanyalah sebatas jargon semata.
Sebab, tak ada satu negara pun yang akan mau memberikan teknologinya secara cuma-cuma.
Untuk mengejar teknologi itu, kata Chappy, Indonesia harus menjalin kerja sama dengan negara-negara maju. “Kita kalau mau bekerja sama, orang rebutan sebetulnya karena banyak yang diperoleh dari kita,” ucap dia. “Sementara kita kurang atau bahkan tidak menyadari bahwa kita punya daya tawar yang tinggi sekali,” ujar Chappy.
Harap dilanjutkan Sementara itu, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo berharap BRIN melanjutkan proyek Elang Hitam. “Harapan selalu ada (dilanjutkan) karena itu produk kebanggaan,” kata Fadjar usai membuka Seminar Nasional “Tantangan TNI AU dalam Perkembangan Teknologi Elektronika Penerbangan” yang digelar Mabes TNI Angkatan Udara di Lanud Halim Perdanakusuma, beberapa waktu lalu.
Fadjar menyatakan, pihaknya pada dasarnya mendukung program pemerintah terkait dengan proyek drone Elang Hitam.
Selama ini, Fadjar mengaku sudah beberapa kali saling tukar informasi dengan BRIN perihal proyek tersebut.
“Tetapi, kalau lanjut atau tidak bukan kewenangan kami,” imbuh dia. Strategis nasional Adapun proyek Elang Hitam merupakan salah satu Program Strategis Nasional dari Presiden Joko Widodo pada 2016. Proyek ini digadang-gadang ini untuk menjaga kedaulatan negara dari ancaman yang semakin kompleks.
Terdapat lintas kementerian dan lembaga yang terlibat dalam proyek ini, meliputi Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Len Industri (Persero), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Elang Hitam kali pertama diperkenalkan di PT Dirgantara Indonesia pada 30 Desember 2019.
Elang Hitam mempunyai kemampuan terbang pada ketinggian menengah mencapai 15.000-30.000 kaki dan mampu terbang selama 24-30 jam.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)