RUANGPOLITIK.COM — Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Demokrat Zulfikar Hamonangan mencecar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif soal fakta bahwa 90 persen tambang nikel Indonesia dikuasai China.
Zulfikar menekankan jangan terlalu percaya diri Indonesia bisa menjadi produsen nomor satu baterai lithium jika hanya mengandalkan nikel. Pasalnya, penggunaan lithium adalah hal utama yang harus dipikirkan.
Ia menegaskan meski dibilang ada larangan ekspor bahan mentah, faktanya jika dicek di lapangan ada proses ekspor nikel besar-besaran. Zulfikar pun menyinggung China mengantongi pendapatan Rp450 triliun per tahun hasil dari nikel di Indonesia.
“90 persen tambang nikel yang ada di Indonesia itu dikuasai China, Pak Menteri. Bahkan, benar atau tidaknya, pajaknya pun dibebaskan 30 persen. Ini kebijakan-kebijakan yang aneh. Sementara, perusahaan-perusahaan pribumi banyak tersingkirkan, izin-izin mereka dicabut,” katanya dalam Rapat Kerja di Komisi VII DPR RI, Senin (21/11).
Lebih lanjut, Zulfikar menjelaskan bahwa sungguh aneh China bisa menguasai 90 persen tambang nikel hingga smelter di Indonesia. Sementara, orang pribumi tersingkir ketika tanah-tanah yang dipakai tersebut adalah tanah rakyat.
Arifin Tasrif mengatakan bahwa hilirisasi nikel adalah suatu kewajiban untuk meningkatkan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja Indonesia. Namun, ia tak buka suara soal pernyataan Zulfikar soal 90 persen tambang nikel di RI yang dikuasai China.
“Saat ini industri turunan dari nikel baru pada tahap nikel pig iron yang kita proses, kemudian kita masuk ke ferro nickel, dan arah hilirisasi kita nanti kita harus bisa menghasilkan precursor. Precursor adalah suatu bahan atau komponen yang mengandung nikel yang dibutuhkan untuk baterai,” jelas Arifin dalam rapat.
Terlepas dari itu, soal tambang nikel Indonesia dan China sempat menjadi perdebatan antara Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dengan Menteri Koordinator dan Investasi Luhut Panjaitan.
Jusuf Kalla (JK) menyayangkan dominasi tenaga kerja asing (TKA) China di dalam industri nikel Tanah Air. Sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, tapi pekerjanya, mulai dari hulu sampai hilir kebanyakan tenaga kerja asing (TKA) asal China.
“Ini daerah kaya nikel, tapi yang kerja semua China dari daratan sampai tukang las,” ujar Jusuf dalam peringatan HUT 70 Tahun Kalla Group, di Grand Ballroom Kempinski Jakarta, Jumat (28/10).
Namun, kritik JK itu dibantah Menko Marinves Luhut Panjaitan. Menurut Luhut, tenaga kerja China memang mendominasi smelter nikel.
Tapi tambahnya, itu hanya pada masa konstruksi 2014 silam. Ia mengklaim saat ini sudah lebih banyak tenaga kerja Indonesia di proyek itu.
“Itu nggak betul. Kalau waktu konstruksi dulu awal-awal 2014 ya, sekarang sudah banyak orang Indonesia pergi saja lihat ke sana,” jelas Luhut, Senin (31/10).
Editor: Ivo Yasmiati