RUANGPOLITIK.COM — Usulan untuk menggunakan pemilihan melalui sistem proporsional tertutup kembali mewarnai jelang pemilihan 2024 mendatang. Hal ini ditenggarai karena efisien secara biaya dan dapat mengurangi laju korupsi yang tinggi. Dalam pelaksanaan sistem pemilu terbagi dua yakni sistem proporsional terbuka dan tertutup.
Dalam penggunaan sistem proporsional terbuka pemilih langsung memilih wakil-wakil legislatifnya. Sementara dalam sistem proporsional tertutup pemilih hanya memilih partai politik saja. Hal ini mendapat kritikan dari Fadli Ramadhanil, peneliti di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Fadli menilai jika sistem pemilihan tertutup dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Selain tidak sesuai dengan semangat demokrasi, sistem ini dianggap mencederai apa yang sudah dibangun selama ini.
“Karena akan memberengus kedaulatan rakyat,” tegas Fadli saat dihubungi oleh wartawan, Senin (17/10).
Apalagi wacana ini semakin menguat agar Pemerintah mengkaji kembali sistem pemilihan tertutup yang dianggap lebih efisien dalam penggunaan anggaran dan memperkecil resiko korupsi di tingkat kepala daerah. Namun Fadlli melihat tidak semudah itu untuk merubah sistem yang sudah ada.
“Untuk menentukan sistem pemilu, perlu ada kajian yang basisnya adalah teoritik dan faktual. Untuk konteks saat ini, bagaimana bisa membahas perubahan sistem pemilu, toh tahapan pemilunya sedang berjalan. Kalau mau membicarakan perbaikan, nanti saja setelah pemilu 2024 selesai,” jelasnya.
Dan Fadli menambahkan untuk mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD ini menilai langkah ini sangat keliru.
“Soal pilkada pun sama. Tidak tepat jika dikembalikan ke DPRD. Soal pilkada pun sama. Tidak tepat jika dikembalikan ke DPRD
Ia menilai apapun wacana yang ingin digunakan untuk pemilihan secara tertutup tetap tidak bisa digunakan untuk pemilihan di 2024 mendatang. (Ivo)