RUANGPOLITIK.COM – Konvoi massa dari Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berjalan beriringan dari Masjid Sunda Kelapa menuju kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam rangka mendaftarkan diri sebagai calon peserta pemilihan umum (pemilu) 2024, Senin (8/8/2022).
Ratusan massa ini tiba di KPU RI sekira pukul 14.30 WIB. Tampak aksi Reog, marching band hingga barongsai, dengan iring-iringan massa. Terdengar suara lantang para partisan yang membawa atribut partai PKB dan Gerindra berbaur meneriakan nama Prabowo dan Cak Imin sebagai calon presiden sambil dengan semangat dengan menyanyikan yel-yel di depan gedung KPU RI.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tiba di Gedung KPU RI sekitar pukul 15.05 WIB. Keduanya kompak mengenakan kemeja berwarna putih. Masing-masing elite parpol pun turut mendampingi Prabowo dan Cak Imin dafrar ke KPU.
Prabowo dan Muhaimin sempat berfoto bersama di depan KPU sebelum masuk mendaftar. Setelah itu, Prabowo masuk terlebih dulu ke dalam gedung untuk menyerahkan formulir pendaftaran.
Gerindra dan PKB belakangan terlihat semakin mesra. Gerindra-PKB berencana mendeklarasikan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya pada 13 Agustus mendatang. Acara deklarasi digelar bersamaan dengan Rapimnas Gerindra yang kabarnya akan memastikan Prabowo dan Cak Imin sebagai pasangan Capres dan Cawapres di Pilpres 2024.
“Koalisi PKB dengan Gerindra dibangun dalam asas simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan, ibarat bunga dan lebah,” ujar Jazilul Fawaid ketika dihubungi oleh RuPol, Selasa (8/8/2022) di Jakarta. Walaupun, tidak memiliki pengalaman berkoalisi sebelumnya, Wakil Ketua Umum PKB ini melanjutkan, dengan memiliki basis konstituen yang komplit, yakni nasionalis dan agamis, maka akan menjadi kekuatan yang besar di Pilpres 2024 nanti.
“Memang PKB dan Gerindra belum pernah punya pengalaman koalisi, namun keduanya memiliki basis konsituen yang komplit, nasionalis dan agamis. Karena itu, kami yakin koalisi PKB dan Gerindra punya kans menang dalam pilpres 2024,” ujar Wakil Ketua MPR RI ini optimis.
Sedangkan menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin kepada RuPol, Gerindra dan PKB masih penjajakan, ibarat perkawinan belum sah. Sama juga dalam koalisi juga hingga saat ini belum ada penandatangan piagam deklarasi koalisi. Masih bisa bersatu atau berpisah masih ada potensinya.
“Karena politik saat ini masih sangat dinamis. Karena kita juga pernah lihat begitu mesranya hubungan Megawati dan Prabowo, tetapi saat ini malah Prabowo (Gerindra) dengan Cak Imin (PKB) yang hampir menemui kata sepakat. Begitu juga PKB sempat mesra dengan PKS sampai muncul istilah Koalisi Semut Merah,” ujar Ujang Komarudin.
Kekuatan Nasionalis-Agamis
Seperti yang dikatakan oleh Jazilul, Waktetum PKB, kekuatan pasangan Prabowo dan Cak Imin terletak pada basis konstituennya. Prabowo dianggap mewakili basis pemilih nasionalis sedangkan Cak Imin dianggap mewakili basis pemilih agamis.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin kepada RuPol mengatakan bahwa kekuatan Prabowo dan Cak imin ini memiliki potensi meraup suara yang tidak sedikit jika nantinya memang menjadi pasangan resmi capres dan cawapres “Nasionalis dengan kelompok islam sangat cocok karena bisa mengisi ruang yang ada di tengah masyarakat pemilih nanti,” ujarnya.
Belum lagi, Ujang Komarudin melanjutkan, tingkat elektabilitas dari Prabowo yang sangat konsisten tetap berada di tiga besar hasil semua lembaga survei untuk capres potensial di Pilpres 2024. “Prabowo, dari militer dan memiliki kesan tegas, yang menjadi salah satu faktor Prabowo tetap tertinggi atau masuk ke dalam jajaran tiga besar dari semua hasil lembaga survei untuk Capres,” tutur Ujang Komarudin.
Angka psikologi kemenangan Capres
Walaupun Prabowo selalu bertengger dalam posisi tiga besar hasil lembaga survei untuk Capres potensial di Pilpres 2024, Ujang Komarudin mengatakan bahwa semua bakal calon presiden masih punya kemungkinan untuk menang di Pilpres 2024.
“Untuk saat ini untuk elektabilitas capres, semua figur yang diprediksi akan maju sebagai capres, elektabilitasnya masih dibawah 60 persen (sekitar 30 persen). Sedangkan angka psikologi kemenangan Capres itu umumnya ada diangka 50 – 60 persen,” ungkapnya.
Ujang Komarudin memberi contoh, dulu ketika SBY dan Megawati pada pilpres 2004 itu, SBY mengantongi elektabilitas 60 persen dan akhirnya SBY memenangkan pilpres 2004 (Hasil Survei LSI, SBY-Kalla mendapatkan 56,2 persen mengungguli Mega-Hasyim yang mendapatkan 36,3 persen dalam Pilpres 2004-red)
“Kemudian kita harus lihat siapa lawannya, dukungan presiden, koalisi yang dilawan, dan pendanaan kampanyenya seperti apa. Artinya sampai saat ini semua masih punya peluang karena kekuatan elektabilitas figur yang diprediksi akan maju sebagai capres masih terbilang tidak ada yang terlalu menonjol,” pungkas Ujang Komarudin. (RD)