RUANGPOLITIK.COM – Taman Nasional Komodo, keindahan alam serta keunikan dari Komodo sendiri menjadi daya tarik para wisatawan mancanegara maupun lokal untuk berkunjung ke Labuan Bajo, Manggarai Barat. Dengan memiliki potensi itu, tidak salah jika pemerintahan Presiden Jokowi menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu destinasi wisata yang menjadi super prioritas untuk dikembangkan di Indonesia.
“Kita menyambut baik pengembangan destinasi wisata super prioritas, tetapi dalam implementasinya, jangan sampai warga lokal hanya menjadi penonton saat muncul konsep pengembangan destinasi wisata super prioritas di wilayah mereka,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda pada keterangnan yang diterima oleh RuPol, kemarin (3/8).
Ia melanjutkan dengan jangan sampai dalam pengembangannya, warga lokal hanya dijadikan penonton dan tak terlibat. Pengembangan wisata super prioritas di Indonesia tak boleh sama sekali meminggirkan peran masyarakat sekitar. Harus ada skema yang jelas antara warga lokal dengan pihak ketiga yang terlibat dalam pengembangannya.
Ia mengatakan, banyak warga lokal yang juga menjadi pelaku wisata di Taman Nasional Komodo dan sekitarnya. Banyak juga warga yang mata pencahariannya berada di sekitar Labuan Bajo.
“Sekali lagi tujuan pengembangan destinasi super prioritas juga untuk kepentingan warga lokal. Kalau mereka punya aspirasi harusnya hal itu didengar dan diakomodasi. Jangan malah menggunakan langkah represif untuk membungkam mereka,” ujar Huda, sapaan akrabnya.
Kendati demikian, politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meminta pemerintah menunda kebijakan tarif Rp 3,75 juta untuk masuk Taman Nasional Komodo. Mengingat banyaknya protes dan adanya laporan yang menyebut bahwa kebijakan tersebut justru merugikan masyarakat.
Jelasnya, konsep destinasi wisata super prioritas memang ditujukan untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia. Kebijakan tersebut akan memperbaiki level infrastruktur, kualitas jaringan telekomunikasi, dan produk ekonomi kreatif.
Hingga kualitas sumber daya manusia di lima kawasan destinasi wisata super prioritas, yakni Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo. Namun, yang justru muncul ke permukaan adalah kegaduhan mengenai tarif tiket yang mahal.
Hal tersebut menandakan adanya komunikasi yang buruk dari pemerintah terhadap kebijakan wisata super prioritas tersebut. Sehingga masyarakat gaduh akibat hal tersebut, tanpa mendapatkan penjelasan terkait tujuannya.
Termasuk adanya isu mengenai masuknya perusahaan-perusahaan besar di Taman Nasional Komodo yang nantinya memonopoli layanan penyediaan jasa wisata alam. Serta, penyediaan jasa sarana wisata.
“Harus ditunda agar tidak merugikan masyarakat Labuan Bajo yang menjadi pelaku wisata. Kami memahami tujuan pemerintah menjadikan kawasan ini sebagai destinasi wisata super prioritas, tetapi apalah gunanya kebijakan tersebut jika malah merugikan masyarakat,” ujar Huda.