RUANGPOLITIK.COM – Merosotnya elektabilitas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada berbagai lembaga survei, membuat prihatin banyak pihak.
Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Sholeh Basyari juga menyoroti hal tersebut, mengingat NU merupakan salah satu pondasi besar atas terbentuknya PPP.
“Sebagai warga NU, saya sangat prihatin dan ikut kecewa jika PPP memang tidak lolos ke parlemen pada Pemilu 2024 mendatang. Itu akan menjadi sejarah yang kelam dalam catatan pergumulan NU dalam politik nasional,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Senin (18/7/2022).
Oleh karena itu, kata Sholeh, tokoh-tokoh NU juga harus ikut memikirkan persoalan ini.
Bukan sesuatu yang salah jika NU ikut turun tangan untuk membenahi PPP, karena sebagian besar pemilihnya merupakan warga NU.
Berita terkait:
Hasil Survei Rendah, Pengamat: PPP Butuh Keajaiban Lolos ke Parlemen
Survei PPI: Elektabilitas Turun, PPP Harus Kerja Keras untuk Lolos Pemilu 2024
Gejolak Internal PPP, Donnie Tokan: Harus Ada Perubahan
Ketum PPP: Tak Khawatir Bersaing dengan Partai Baru
“Harus diselamatkan dan menjadi pemikiran. Wajib bagi para tokoh dan para kiai untuk ikut turun tangan. Jika perlu ambil alih kepengurusan PPP itu, siapkan tokoh NU yang bisa menyelamatkannya,” lanjut Sholeh yang juga merupakan Pengamat Politik Islam Internasional tersebut.
Direktur Eksekutif Center for Strategic in Islamic and International Studies (CSIIS) menyebut kepemimpinan Suharso Monoarfa lemah dalam komunikasi ke basis-basis NU, padahal NU sendiri merupakan salah satu pondasi terkuat dari PPP.
“Jangan lupa, sebelum berfusi ke PPP, NU adalah partai Islam terbesar bersama Masyumi. Kemudian berfusi menjadi PPP dan NU sendiri sampai saat ini adalah penyumbang suara terbesar bagi PPP. Ketum saat ini (Suharso Monoarfa) tidak memiliki sejarah dengan NU, tidak ada rekam jejak yang jelas,” terangnya.
Sebelum terlambat, lanjut Sholeh, PPP harus cepat mengembalikan cirinya sebagai partai islam tradisional dan menyentuh lagi basis-basis islam tradisional yang berada di NU itu.
“Pilihannya cuma satu, ganti kepemimpinan dengan tokoh NU atau orang yang memiliki akses ke ceruk-ceruk terdalam di kalangan warga NU,” pungkasnya. (ASY)
Editor: Zulfa Simatur
(RuPol)