RUANGPOLITIK.COM – Upaya Peninjauan Kembali (PK) sebagai salah satu langkah hukum, menjadi pembahasan dalam diskusi “Perlukah Pengajuan Peninjauan Kembali Dibatasi” : Antara Pengebirian Hak Asasi Manusia versus Matinya Rasa Keadilan yang digelar oleh Samwisesa di Kopi Lembah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sabtu, (28/5/2022).
Sebagai salah satu upaya hukum, PK seringkali harus menjadi tumpuan terakhir bagi para pencari keadilan yang merasa belum mendapatkan dalam pengadilan normal.
Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri sudah membuka peluang untuk PK tidak hanya bisa satu kali, namun sepanjang dibutuhkan PK bisa diajukan.
Mahkamah Konstitusi melalui putusan No. 34/PUU-XI/2013, mempertegas bahwa pengajuan peninjauan kembali pada perkara pidana tidak seharusnya dibatasi jumlah pengajuannya, sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur.
Dr Arief Setiawan, SH, MH dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, mempertanyakan masih adanya pembatasan PK walau MK telah memberikan ruang untuk PK lebih dari satu kali.
Artinya, dirinya pesimis para pencari keadilan akan mendapatkan keadilan yang hakiki.
Sementara pengajar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr Sigid Riyanto, SH, MH menyoroti masih lemahnya pemahaman para hakim pemutus keadilan apalagi hakim agung dalam mengimplementasikan PK lebih dari satu kali.
Berita terkait:
Info Terbaru Kasus Ruhut Sitompul, Humas Polda Metro Sampaikan Hal Ini
Saham GoTo Bangkit, GET One: Puji Erick Thohir Donk!
Kasus DNA Pro, Yasmin Muntaz: Ada Faktor Kurangnya Pengawasan Pemerintah
Putra Ridwan Kamil Hilang di Sungai Swiss, Erick Thohir Ikut Berdoa
Dan pengamat komunikasi politik dari Nusakom Pratama Institut Dr Ari Junaedi, SH, M.Si mempertanyakan aspek politik selalu diselipkan dalam paradigma penolakan PK.
“Kasus-kasus yang menyita perhatian publik karena kontroversi pembatasan PK diantaranya kasus kopi sianida Jessica, kasus pengambilalihan lahan penduduk oleh perusahaan di Surabaya serta rekayasa kasus yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam,” ujar Ari Junaidi dalam kesempatan diskusi tersebut.
Tingginya nilai politis dalam pengajuan upaya PK dan penyelesaian PK ini, lanjut Ari Junaidi membuka peluang PK menjadi kesempatan untuk mengkerdilkan hukum itu sendiri. (ASY)
Editor: Bejo. S
(RuPol)