Oleh: Efriza, S.IP, M.Si
Pengamat Politik/ Dosen Ilmu Politik
RUANGPOLITIK.COM – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) berdasarkan presidential threshold memang dapat mengusung pasangan calon presiden/wakil presiden secara sendiri. PDI Perjuangan juga memiliki calon-calon potensial seperti Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Basuki Tjahja Purnama dan Tri Rismaharini.
Secara aturan undang-undang pemilu, persyaratan presidential threshold sebesar 20% kursi DPR sebelumnya. Berkaca pada hasil Pileg 2019 lalu, PDI Perjuangan meraih 128 kursi dari total 575 kursi anggota DPR, secara presentasi kursi DPR PDIP melampaui aturan karena sebesar 22,26 persen.
Berdasarkan realitas ini, wajar akhirnya disejumlah daerah seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah mengharapkan PDI Perjuangan memajukan paket calon pasangan sendiri, dengan menyebutkan nama Ganjar Pranowo dan Puan Maharani.
Dua nama yang disebutkan ini adalah perpaduan yang secara perkembangan politik sering diwacanakan sebagai calon presiden.
Tetapi pilihan nama paket calon Ganjar Pranowo dan Puan Maharani adalah opsi terakhir yang dipilih oleh PDI Perjuangan terkait menyikapi perkembangan dinamika politik internal yang turut memengaruhi lingkungan luar politik.
Megawati Soekarnoputri sebagai pengambil hak prerogatif keputusan PDI Perjuangan tentang nama calon presiden maupun paket pasangan calon. Megawati akan sangat berat mengambil keputusan politiknya.
Ini di dasari oleh adanya keinginan akan trah Soekarno sekaligus putrinya untuk diajukan sebagai calon presiden. Sekitar satu dekade tepatnya sebanyak dua kali Pilpres, PDI Perjuangan telah mengajukan calon presiden yang bukan dari elite partai, bahkan Megawati telah mengalahkan keegoisan dirinya dengan mengajukan figur Jokowi dibandingkan dirinya maupun Puan Maharani saat itu.
Keputusan mengajukan paket pasangan sendiri dapat memungkinkan terjadi dengan beragam hal yang mendasari:
– Pertama, dorongan mengajukan Puan Maharani didasari oleh keinginan dan kesiapan Puan Maharani sendiri yang begitu ngotot meski elektabilitas rendah.
– Kedua, besarnya ambisi Megawati ingin memberikan kesempatan kepada Putrinya Puan Maharani.
– Ketiga, jika obsesi diri Megawati lebih kuat untuk memberikan kesempatan kepada putrinya pilihan mengajukan paket calon sendiri alternatif pilihan terbaik.
– Ke-empat, dorongan mengajukan paket calon sendiri terjadi ketika ada peristiwa politik di negara ini yang menyulut emosi Megawati sebagai pengambil keputusan seperti Puan Maharani dilecehkan jika tak diajukan sebagai calon presiden.
– Kelima, terjadinya ketidaksepakatan dalam membangun koalisi dengan partai-partai lain. Alasan ketiga juga diikuti perkembangan alasan keempat dan kelima.
Baca juga:
Fenomena Ketua Umum Partai Tak Laku Dijual
Poros Ketiga Pilpres 2024, Bagaimana Posisi Gus Imin
Kemungkinan duet ini memang dapat terjadi berdasarkan kelima poin di atas. Tetapi pilihan Ganjar-Puan ini adalah solusi akhir yang akan digunakan oleh Megawati untuk pengambilan keputusan bagi PDI Perjuangan.
Pilihan ini adalah pilihan yang diambil untuk menghindari terjadinya konflik internal di tingkat elite-elite partai maupun di tingkat akar rumput konstituen partai. Pilihan ini dapat diambil sebagai dasar ketetapan yang kuat dengan Megawati juga turut meminta masukan dan berhitung bahwa pilihan ini memperoleh dukungan dari Jokowi sebagai penguasa politik saat ini.
Peran Jokowi Sebagai ‘King Maker’
Posisi politik Jokowi sebagai ‘king maker’ dengan “kapal” besar relawan Jokowi yang turut diperhitungkan oleh Megawati. Sebab Jokowi adalah kader ideologis dan relawan Jokowi terbukti solid dan loyal, simpul relawan berjaring dari pusat hingga daerah, dengan struktur terkonsolidasi dengan rapih dan baik.
Jokowi melalui komunikasi politik dari sinyal yang diberikan anaknya Gibran Rakabuming Raka, telah menunjukkan lebih mendukung Ganjar Pranowo dibandingkan Puan Maharani. Ini menunjukkan keputusan Megawati ke depannya tidak akan tunggal, Jokowi dapat memberikan tekanan kuat kembali kepada Megawati seperti pada Pilpres 2014 lalu, tetapi untuk Pilpres 2024 mendatang, tekanan politik dari Jokowi memang turut memengaruhi, jika menuju Pilpres 2014 lalu tekanan politik Jokowi menyebalkan bagi Megawati.
Tetapi persoalannya adalah siapa yang akan diajukan dalam posisi capres dan cawapres sebagai paket calon sendiri dari PDI Perjuangan tersebut? Jika secara hitungan politik, yang lebih layak sebagai capres adalah Ganjar Pranowo dengan persepsi:
(1) elektabilitas masuk tiga besar;
(2) Lebih dipilih oleh tingkat internal PDI Perjuangan;
(3) Mendapatkan sinyal dukungan dari Istana dengan beberapa kali menemani Presiden Jokowi serta mendapatkan sambutan masyarakat;
(4) Trend eksekutif daerah yang berhasil yang diajukan sebagai Presiden seperti era Jokowi sebelumnya. Tetapi persepsi mengajukan Ganjar sebagai calon presiden membutuhkan jiwa legowo dari Puan Maharani.
Baca juga:
Nasdem dan Jusuf Kalla, Jalan Anies Menuju Kursi Presiden
Filosofi Basket Erick Thohir Untuk Indonesia Lebih Baik
Mengajukan Paket Calon sendiri tentu akan berimbas besar? Imbas awal adalah kekecewaan Prabowo Subianto dan Gerindra kembali terulang, seperti Pemilu 2014 lalu memori kelam perjanjian batu tulis yang gagal akan terulang kembali. Tentu saja, Prabowo dan Gerindra akan memimpin barisan koalisi penantang paket calon dari PDI Perjuangan.
Prabowo dengan situasi ini diprediksi cenderung akan lebih memilih menjadi ‘king maker’ karena kesempatan empat kali menjadi peluang sebagai calon presiden dari Prabowo adalah bersama PDI Perjuangan.
Situasi ini tentu saja akan menjadikan politik Indonesia seperti perpolitikan Pemilu 2014 silam. Ketika kekuatan yang dikomandoi Gerindra lebih besar dan kuat dari koalisi di pilpres yang dikomandoi oleh PDI Perjuangan.
Peluang menangnya untuk PDI Perjuangan memajukan calon sendiri? Poin positif dari PDI Perjuangan mengajukan paket calon sendiri adalah kesempatan memperoleh coattail effect (efek ekor jas) yakni berupa keterpilihan pemilihan di caleg sama dengan di pilpres akan membesar daripada sebelumnya, sebab Pilpres 2019 lalu hanya sebesar 0,38 persen.
Alasan ini didasari oleh solidnya kader-kader partai untuk memenangkan diri mereka, bagi kepentingan mereka sendiri.
Tetapi, tentu saja peluang menangnya akan lebih menyusut. Bahkan pertarungan di Pilpres akan lebih keras terjadi. Diasumsikan jika pola ini terjadi kemungkinan paket calon adalah dua pasangan calon dari kubu PDI Perjuangan dan dari kubu yang diinisasi oleh Prabowo dengan Gerindra.
Calon Pesaing ‘Head to Head’
Calon pesaing yang bisa dihadirkan sebagai paket tandingan, tentunya hal ini malah yang akan menyebabkan terjadinya konflik. Kedelapan partai di parlemen, akan susah menyatukan pendapat dalam pengambilan keputusan.
Mereka akan mencoba untuk mengajukan paket calon dari partai masing-masing, preseden Maruf Amin yang tidak diperhitungkan dari survei berhasil menang, akan menjadi poin ngotot masing-masing partai.
Konflik ini akan menghasilkan dua hal: pertama, mengajukan paket calon presiden/wakil presiden dari tokoh-tokoh persoarangan agar terhindar dari konflik; kedua, tetap akan terjadi rumusan ada calon dari salah satu partai yang akan diajukan sebagai paket pasangan calon.
Tetapi pilihan di poin kedua ini akan menghasilkan perpecahan dalam membangun koalisi, diprediksi beberapa partai tak akan sepakat bersama, hingga ada yang lebih memilih mendukung paket calon dari PDI perjuangan..
Paket calon yang baik tentu saja yang bisa diajukan untuk tak terjadi konflik antar partai-partai politik dalam membangun calon adalah calon presidennya masuk tiga besar yakni Anies dengan diduetkan tokoh-tokoh non-formal, seperti Anies-Erick Thohir, Anies-Ridwan Kamil, Anies-Yaqut Cholil Qoumas, juga bisa paket lainnya seperti, Anies-Retno Marsudi, Anies-Sri Mulyani, Anies-Tito Karnavian/Listyo Sigit Prabowo, Anies-Andika Prakasa.
Jika harus dipaksakan dari unsur partai maka yang memungkinkan adalah: Anies-AHY, Anies-Airlangga Hartarto, Anies-Sandiaga Uno.
Nama-nama yang disebutkan di atas dipilih berdasarkan kepentingan strategi dan kebutuhan menjual program, visi-misi, dan mewujudkan persatuan dan kesatuan negara.
Namun yang pasti jika PDI Perjuangan mengajukan paket sendiri poin positifnya adalah soliditas dan loyalitas internal partai terjaga.
Dibandingkan mengajukan Puan Maharani dengan mengabaikan Ganjar Pranowo, meski Ganjar tetap berada sebagai anggota PDI Perjuangan.
Poin positif juga yang bisa terjadi ke depannya adalah jika suara PDI Perjuangan tinggi akan berdampak kepada mengecilnya suara-suara partai-partai lain bahkan partai-partai yang terpilih di parlemen dapat merosot tajam, itu prediksi dan peluangnya.
Tetapi sisi negatifnya adalah ketegangan politik di Pilpres akan lebih tinggi setidaknya sama seperti pada Pilpres 2019 kemarin.***
(RuPol)