RUANGPOLITIK.COM-Bupati Bogor Ade Yasin membantah telah menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Ia mengaku dipaksa bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya yakni Kasubid Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam.
Ade Yasin terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 27 April 2022 kemarin.
Ade Yasin diduga terlibat dalam tindak pidana pemberian dan penerimaan suap terkait pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Berita Terkait:
KPK : Bupati Ade Yasin Tersangka Kasus Suap Laporan Keuangan
DPP PPP Berupaya Berikan Bantuan Hukum untuk Bupati Bogor
Selain Bupati Bogor Ade Yasin, KPK Juga Tangkap Anggota BPK Jawa Barat
Usai terjaring OTT KPK, Ade Yasin mengaku dipaksa bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya terkait pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021.
“Ya saya dipaksa untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan anak buah saya. Sebagai pemimpin saya harus siap bertanggung jawab,” katanya di Gedung KPK, Jakarta pada Kamis, (28/4/2022).
Ade Yasin mengaku tidak pernah memerintahkan anak buahnya untuk menyuap Tim Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Dia mengatakan bahwa hal itu merupakan bagian dari inisiatif anak buahnya yang kemudian menjadi bencana bagi dirinya.
“Itu ada inisiatif dari mereka, jadi ini namanya IMB ya, inisiatif membawa bencana,” ujarnya.
Sementara itu, KPK kini telah menetapkan Ade Yasin sebagai tersangka terkait dugaan pemberi suap tersebut.
Selain Ade Yasin, KPK juga menetapkan tujuh tersangka pemberi suap lainnya, yaitu Sekretaris Dinas Kabupaten Bogor Maulana Adam (MA), Kasubid Kas Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Bogor Rizki Taufik (RT).
Sedangkan untuk penerima suap, KPK telah menetapkan empat tersangka yakni pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis Anthon Merdiansyah (ATM), pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor Arko Mulawan (AM), pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), dan pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR).
KPK menjelaskan bahwa AY memiliki keinginan agar Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat.
Kemudian, BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2021 Pemerintah Kabupaten Bogor.
Tim pemeriksa yang terdiri atas ATM, AM, HNRK, GGTR, dan Winda Rizmayani ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek, termasuk pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Namun, sejak Januari 2022 KPK telah menduga ada kesepakatan pemberian uang antara HNRK dengan IA dan MA. Tujuannya, untuk mengkondisikan susunan tim audit interim.
KPK mengungkapkan bahwa AY menerima laporan dari IA yang menyatakan bahwa Laporan Keuangan Pemkab Bogor buruk dan apabila diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini ‘disclaimer’. AY kemudian merepons dengan mengatakan ‘diusahakan agar WTP’.
Sebagai realisasi kesepakatannya, IA dan MA diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada ATM di salah satu tempat di Bandung.
Kemudian, ATM diduga mengkondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan IA yakni nantinya objek audit hanya untuk SKPD tertentu.
Proses audit pun dilaksanakan mulai Februari hingga April 2022 dengan hasil rekomendasi di antaranya, tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit Laporan Keuangan tidak menyentuh area yang memengaruhi opini.
Kemudian, ada temuan fakta tim audit di Dinas PUPR, salah satunya terkait pekerjaan proyek peningkatan Jalan Kandang Rida-Pakan Sari senilai Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak.
KPK kemudian menduga bahwa selama proses audit ada beberapa kali pemberian uang oleh AY melalui IA dan MA pada tim pemeriksa dengan total selama pemeriksaan sekira Rp1,9 miliar. (BJP)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)