RUANGPOLITIK.COM — Selain Dirjen Daglu, Kejaksaan Agung juga menetapkan tiga bos perusahaan minyak goreng sebagai tersangka karena diduga telah melanggar Undang-Undang Perdagangan.
Jaksa Agung Burhanuddin menjelaskan, saat minyak goreng langka, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan menetapkan domestic market obligation (DMO) dan harga eceran tertinggi. Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan ekspor minyak goreng tidak melaksanakan kebijakan pemerintah itu.
“Maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta DPO (domestic price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit,” kata Burhanuddin.
“Namun dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” ungkapnya.
Akhirnya, setelah melakukan penyidikan Kejagung menetapkan empat tersangka. Para tersangka itu adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Picare Togare Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
Burhanuddin menilai perbuatan mereka telah menimbulkan kerugian negara. Tak hanya itu, mereka juga yang menyebabkan minyak goreng langka.
“Perbuatan para Tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian Negara (mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat),” jelas Burhanuddin.
Berita Terkait:
Pemerintah Berikan BLT Minyak Goreng Rp300 Ribu ke 20,5 Juta Warga
Wakil Ketua DPR: Tak Perlu Umumkan Mafia Minyak Goreng, Tangkap Saja Langsung!
Kehadiran Airlangga di Lampung, Disambut Kelangkaan Minyak Goreng
Puan: Kelangkaan Minyak Goreng Berdampak Luas, Pemicu Kegaduhan
Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 54
(1) Pemerintah dapat membatasi Ekspor dan Impor Barang untuk kepentingan nasional dengan alasan:
a. untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum; dan/atau
(2) Pemerintah dapat membatasi Ekspor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan:
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
b. menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan di dalam negeri;
e. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditas Ekspor tertentu di pasaran internasional; dan/atau
f. menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.
Burhanuddin tidak menyebutkan detail sangkaan pasal bagi para tersangka terkait korupsi tetapi dari UU Perdagangan. Burhanuddin beralasan bila UU Perdagangan diterapkan terkait unsur melawan hukum, sedangkan perihal sangkaan korupsi akan disampaikan kemudian.
“Jadi UU (Perdagangan) jadi sarana untuk melawan hukumnya saja. Nanti kita akan, kita bukan hanya hari ini saja. Karena kita segera dalami ini dan saya juga akan minta pada Dirdik, pada Jampidus, waktu harus segera. Kita mungkin tidak hal-hal yang biasa, saya akan lakukan penanganan ini yang luar biasa. Karena memerlukan kecepatan. Makanya hari ini kita tetapkan tersangka, hari ini kita tahan. Artinya kita memang memerlukan kecepatan,” kilahnya. (FA)
Editor: Chairul Achir
(RuPol)