RUANGTOKOH – Saat mendengar nama Dr. Ir. HM. Lukman Edy, M.Si, maka kita akan langsung terbayang sosok politisi sarat pengalaman, yang sudah wara-wiri di kancah perpolitikan nasional sejak usia yang masih muda.
Memang tidak salah, sosok kelahiran Pulau Pinang, Kepulauan Riau (26 November 1970) ini disebut sebagai salah satu tokoh muda yang pernah menjadi rising star dalam dunia politik Indonesia, karena pada usia yang relatif muda, dirinya sudah dipercaya menjadi menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tahun 2007 sampai 2009 lalu.
Dan jabatan itu dia dapat melalui jalur politik, dimana saat sebelum menjadi Menteri Pemberdayaan Desa Tertinggal itu, dirinya adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), itu juga pada usia yang masih 35 tahun.
Telah begitu banyak jejak dan torehan yang terukir dalam kiprah politik mantan anggota DPR RI dua periode tersebut, namanya selalu muncul di garda terdepan setiap ada perhelatan politik skala nasional, baik di Pemilihan Presiden maupun agenda yang berbau politik lainnya tingkat nasional maupun daerah.
Baca juga:
Dr. Tb. H. Ace Hasan Syadzily, M.Si, Kiprah Santri di Kancah Politik Nasional
Namun walau memiliki karir gemilang di dunia politik, ternyata cita-cita masa kecil Wakil Komisaris Utama PT Hutama Karya itu bukanlah menjadi politisi. Jamak seperti anak-anak lainnya, yang bercita-cita jadi pilot, polisi, tentara dan profesi lain yang terlihat keren di mata anak-anak. Lukman Edy kecil juga terpikat dengan profesi yang dilihatnya sendiri, yaitu menjadi Insinyur yang membangun gedung, jalan dan jembatan.
“Saya itu sangat terobsesi untuk menjadi Insinyur, kontraktor dan semacamnya. Menurut saya itu profesi sangat gagah, pakai helm proyek membuat jalan, membangun jembatan atau gedung,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Lantai 5, Gedung HK Tower, Jakarta Selatan.
Untuk mengejar cita-citanya itu, setamat Sekolah Menengah Atas (SMA) kemudian dirinya melanjutkan kuliah ke Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Brawijaya, Malang
“Saya memang terlahir dari keluarga politisi, walaupun hanya sekelas daerah. Tapi saya waktu itu tidak tertarik ke dunia politik. Saya hanya ingin jadi Insinyur, makanya saya kuliah di Teknik Sipil,” lanjut mantan Ketua Pansus RUU Pemilu 2017 DPR RI tersebut.
Namun dalam perjalanan di masa perkuliahan, darah politisi yang turun dari Sang Ayah, H Adnan (Tokoh Partai Golkar Riau) perlahan kemudian kembali muncul, setelah dirinya aktif di berbagai organisasi pemuda dan mahasiswa, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.
“Dasarnya memang ada darah politik ya, saya jadi cepat bersosialisasi dengan teman-teman aktivis. Saya bergabung di Persatuan Pemuda Islam (PII) dan saya juga menjadi Ketua Ipemari (Ikatan Persatuan Pemuda dan Mahasiswa se Riau). Dan waktu (kuliah) itu juga saya mulai bergumul dengan pemikiran Gus Dur, sehingga akhirnya saya masuk NU dan PKB,” terangnya.
Keterlibatannya dalam berbagai organisasi dan aktifitas sebagai aktivis, tidak membuat Lukman Edy menjadi hanyut. Dirinya tetap berusaha menyelesaikan kuliah dengan cepat, agar bisa dengan cepat juga mencapai cita-citanya sebagai seorang Ahli Konstruksi yang membangun proyek-proyek besar skala nasional.
“Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan kuliah tepat waktu. Karena memang kegiatan-kegiatan (aktivis) itu saya anggap sebagai pengisi waktu, konsen utama saya tetap jadi kontraktor dan semacamnya,” lanjut mantan Ketua DPW PKB termuda se Indonesia tersebut.
Setelah berhasil menyandang gelar Insinyur Teknik Sipil, Lukman Edy pun kembali ke Propinsi Riau untuk melanjutkan mengejar cita-citanya.
“Saya pulang ke Pekanbaru dan mulai membuat perusahaan kecil berbentuk CV. Mulai mengerjakan proyek-proyek kecil di pemerintahan. Saya juga menjadi konsultan. Tidak berapa lama kemudian proyek-proyek besar juga mulai didapat. Saat itu saya sudah on the track lah (mengejar cita-cita),” sambungnya.
“Bahkan saya juga dipercaya menjadi pengurus di berbagai organisasi profesi di Riau. Hingga kemudian terjadi peristiwa politik besar di Indonesia. Reformasi itu. Tanpa bisa dicegah, akhirnya darah politikpun kembali bergelora,” ujarnya sambil tertawa lepas.