RUANGPOLITIK.COM — Pemilu 2024 sudah semakin dekat, namun menjelang proses pelaksanaan tersebut pro kontra sistem pemilu yang diterapkan masih menjadi pertikaian. Pasalnya dalam waktu yang dinilai mepet, masuknya pengajuan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat 2 Undang-undang tentang Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka diajukan ke MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Uji materi ini diajukan pemohon atas nama Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP), Yuwono Pintadi (Anggota Partai NasDem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Salah satu poin dari uji materi adalah meminta MK memberlakukan sistem pemilu dengan proporsional tertutup. Dengan sistem ini maka pemilih akan mencoblos partai saat pemilu dan bukan mencoblos caleg sesuai nomor urut
PDIP Dukung Sistem Proporsional Tertutup, Utamakan Kaderisasi Mumpuni
Partai yang mendukung agar sistem proporsional tertutup digunakan pada Pemilu 2024 adalah PDIP. Menurut Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto beralasan partainya berprinsip ingin mendorong mekanisme kaderisasi di internal partai politik.
“Bagi PDIP kami berpolitik dengan suatu prinsip, dengan suatu keyakinan berdasarkan konstitusi, peserta pemilu adalah parpol dan kemudian kami ingin mendorong mekanisme kaderisasi di internal partai,” ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/1).
Lebih jauh Hasto mengatakan PDIP bukanlah partai yang hanya fokus untuk menang dalam pemilu. PDIP sendiri mengklaim utamakan kaderisasi dan pendidikan politik. Partai juga memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik.
“Di situlah [guna] proporsional tertutup kami dorong,” kata Hasto lagi.
Hasto mengatakan dengan menggunakan sistem proporsional tertutup akan bisa dilakukan penghematan. Alasannya para caleg tak perlu menyiapkan atribut berbeda untuk setiap caleg. Pemilu dengan sistem tertutup juga akan memperkecil terjadinya ruang manipulasi.
PDIP kata Hasto menilai penggunaan sistem proporsional tertutup lebih memungkinkan mendorong calon yang berasal dari akademisi, tokoh agama, serta purnawirawan. Pencalonan bisa dilakukan berdasarkan kompetensi dan tidak hanya bersandar pada popularitas semata.
“Karena base-nya adalah kompetensi. Jadi proporsional tertutup itu base-nya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi Dewan, sementara kalau terbuka adalah popularitas,” kata Hasto lagi.
Sistem ini dinilai lebih mengakomodir partai untuk berkembang dan mendukung demokrasi.
Adapun 8 fraksi yang menandatangani sikap bersama adalah fraksi Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PBB).
“Kemajuan demokrasi pada titik tersebut harus kami pertahankan dan malah harus dikembangkan ke arah yang lebih maju, dan jangan kami biarkan setback, kembali mundur,” ujar delapan fraksi dalam surat pernyataan bersama yang ditandatangani Selasa (3/1).
Pengamat: Sistem Tertutup Tepat Untuk Pemilu Serentak, Mudahkan Rakyat
Menurut pengamat politik Universitas Gajah Mada, Mada Sukmajati, berkomentar terkait wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu legislatif tahun 2024 mendatang. Jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku di pemilu sebelumnya, sistem proporsional tertutup menurutnya memiliki lebih banyak kelebihan, dan lebih cocok untuk diterapkan pada penyelenggaraan pemilu legislatif secara serentak.
“Banyak ahli sudah mewanti-wanti kalau sebuah negara menyelenggarakan pemilu serentak maka pilihlah sistem yang paling sederhana, dan sistem tertutup ini adalah sistem yang sederhana dari sisi pemilih,” terangnya, dilansir dari situs ugm.ac.id, Selasa (17/1/2023).
Meski sistem ini dianggap lebih sesuai, pelaksanaan pemilu legislatif dengan sistem proporsional tertutup menurutnya perlu diawali dengan pemilu pendahuluan atau proses kandidasi di internal partai politik yang memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Selain itu, perlu dilakukan edukasi agar para pemilih mengenal nama-nama yang dicalonkan oleh sebuah partai.
“Jadi, proses pencalonan dari internal masing-masing partai yang kita dorong dengan tiga prinsip tadi meskipun itu dilaksanakan secara tertutup. Ketika memilih tidak ada gambar tidak apa-apa karena ada proses pendahulu yang bisa menjamin,” imbuhnya.
Kelebihan lainnya, sistem ini secara teknis lebih meringankan panitia pelaksana pemilu karena proses rekapitulasi atau penghitungan suara lebih mudah. Hal ini dirasa perlu menjadi salah satu pertimbangan mengingat pada pemilu sebelumnya ditemukan sejumlah penyelenggara yang sampai meninggal dunia karena kelelahan.
Muhammadiyah: Pemilu Tertutup Cegah Kanibalisme Internal Partai
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyebut bahwa pihaknya mendukung pemilihan legislatif dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas. Hal tersebut usulan Muhamadiyah sejak Pemilu 2014 dan telah sesuai dengan amanah Muktamar ke-48. Sebab, Muhammadiyah menilai sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini mengandung sejumlah masalah.
Sistem proporsional tertutup adalah penentuan calon legislatif yang terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya. Akan tetapi, mengacu pada dasar perolehan suara partai politik. Dengan kata lain, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
Mu’ti menjelaskan bahwa Pemilu dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka terbatas bisa mengurangi kanibalisme politik atau saling jegal antar calon. Hal ini tentu saja dapat meredam nafsu kampanye hitam.
“Harapan kami dengan perubahan sistem itu, pertama bisa dikurangi kanibalisme politik di mana sesama calon itu saling menjegal satu sama lain, yang itu berpotensi menimbulkan polarisasi politik,” kata Mu’ti kepada wartawan di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (03/01).
Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais menjawab ‘either or’ saat ditanya soal kemungkinan Pemilu 2024 digelar dengan sistem proporsional tertutup. Dia menyampaikan sistem proporsional tertutup boleh saja dilakukan jika ada Undang-Undang yang mengaturnya.
“Ya kita either or. Jadi (Pemilu proporsional) tertutup, it’s okay, asal ada Undang-Undangnya. Terbuka proporsional, its okay, no problem,” kata Amien kepada wartawan, di KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (30/12/2022).
Dalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, sistem proporsional terbuka dan tertutup pernah diterapkan dalam pemilihan umum. Untuk saat ini, sistem pemilu di Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka, hal ini termuat dalam Pasal 168 UU No.7 Tahun 2017.
Penerapan sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan di Indonesia pada pemilu tahun 1955, pemilu orde baru (tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997), dan pemilu tahun 1999.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)