RUANGPOLITIK.COM— Kian kencangnya isu reshuffle kabinet berembus belakangan ini, PDI-P meminta presiden mengevaluasi dua dari tiga menteri Nasdem yakni Mentan Syahrul Yasin Limpo serta Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar.
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengatakan, evaluasi diperlukan untuk memastikan para menteri bekerja baik dan menuntaskan janji-janji kampanye presiden.
“Kalau memang gentle betul sudah seperti itu, akan lebih baik, untuk menteri menterinya (menteri dari Nasdem) lebih baik mengundurkan diri. Itu lebih gentle,” ujarnya, Selasa (3/1/2023).
Jokowi sendiri berulang kali juga melempar sinyal reshuffle. Namun, dia tak bicara pasti ihwal rencana perombakan Kabinet Indonesia Maju itu.
“Ditunggu saja,” kata Jokowi, Senin (2/1/2023).
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, langkah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai kandidat calon presiden (capres) seharusnya tak jadi alasan Presiden Joko Widodo mencopot menteri-menteri asal partai restorasi itu.
Sebaliknya, rencana Nasdem untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bisa dipertimbangkan sebagai dasar presiden merombak menteri-menteri Nasdem dari Kabinet Indonesia Maju.
“Ini bukan tentang Anies, ini tentang berkoalisi dengan oposisi,” kata Yunarto, Kamis (5/1/2023).
Menurut Yunarto, sulit bagi Nasdem tetap berada di barisan partai pendukung pemerintahan Jokowi, sementara mereka berencana berkoalisi dengan partai oposisi untuk Pemilu 2024.
Logikanya, jika Nasdem berniat bekerja sama dengan oposisi, partai pimpinan Surya Paloh itu sudah punya pandangan yang berbeda soal pemerintahan kini. Misalnya pembangunan ibu kota negara (IKN) baru dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) misalnya, pandangan pemerintah dengan Demokrat dan PKS amat berbeda terkait ini.
Nasdem dinilai sulit menempatkan diri jika pada saat bersamaan mereka bermain di dua kaki, menjadi bagian dari pendukung pemerintahan, sekaligus punya rencana berbesan dengan partai koalisi.
“Bagaimana mungkin Nasdem bisa mengatakan platformnya tetap sama dengan pemerintah ketika mereka berencana berkoalisi dengan dua partai yang dalam beberapa kebijakan strategis punya pandangan jelas berbeda?” ujar Yunarto.
Apalagi, kata Yunarto, Nasdem, Demokrat, dan PKS mengusung nama “Koalisi Perubahan” untuk kongsi mereka. Ini semakin menegaskan posisi Nasdem terhadap pemerintahan kini dan rencana koalisi mendatang.
“Alangkah baiknya secara etika mereka fokus terhadap Koalisi Perubahan yang baru ini sehingga kemudian tidak terbebani oleh pemerintahan yang ada sekarang,” kata Yunarto.
Kembali soal rencana reshuffle, menurut Yunarto, sebenarnya sah-sah saja jika Jokowi hendak mencopot menteri-menteri Nasdem hanya karena alasan politik. Namun demikian, alangkah baiknya jika reshuffle juga menimbang kinerja para menteri.
“Bukan hanya sekedar me-reshuffle menteri dari parpol yang misalnya bersikap beda, tapi menteri-menteri yang memang buruk juga saatnya di-reshuffle. Jangan sampai ada menteri parpol lain yang hanya karena parpolnya loyal tapi kerjanya buruk lantas dipertahankan,” ucap Yunarto.
Sementara itu saat ditanya kabar terbaru soal reshuffle kabinet, Presiden Joko Widodo menjawab singkat ketika ditanyakan soal kocok ulang kabinet atau reshuffle.
“Besok. Ya besok,” kata Jokowi saat kunjungan kerja ke Dumai, Riau, Kamis (5/1).
Jokowi tidak mempertegas maksud pernyataannya ihwal kapan reshuffle kabinet dilakukan. Dia kembali bicara dengan nada bercanda.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)