Meski demikian, Pipit belum mau menjelaskan secara rinci mengenai temuan apa yang membuat penyidik menaikkan kasus ini ke penyidikan
RUANGPOLITIK.COM —Kasus dugaan gratifikasi tambang ilegal ke pejabat tinggi Polri saat ini masih ditelusuri penyidik Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri.
Bahkan menurut Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim, Brigadir Jenderal Pipit Rismanto, kasus itu telah naik ke tahap penyidikan.
“Sudah penyidikan,” kata Pipit saat ditanya wartawan, Kamis, (1/12/2022). Kasus ini mencuat setelah muncul video pengakuan Ismail Bolong yang viral di media sosial. Eks anggota Polri itu menyatakan pernah menyetor duit ke petinggi Polri untuk aktivitas tambang ilegalnya.
Meski demikian, Pipit belum mau menjelaskan secara rinci mengenai temuan apa yang membuat penyidik menaikkan kasus ini ke penyidikan.
Kasus Ismail Bolong sebenarnya telah diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri saat masih dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo. Hal itu terungkap setelah video pernyataan Ismail Bolong viral di media sosial.
Eks Kepala Biro Pengamanan Internal Polri Hendra Kurniawan mengakui jika dia pernah memeriksa langsung Ismail Bolong.
Ia pun meminta awak media agar menanyakan langsung kepada pejabat yang berwenang. Hendra juga membenarkan pemeriksaan itu menyeret nama perwira tinggi Polri.
“Betul, iya betul,” kata Hendra Kurniawan sebelum mengikuti sidang obstruction of justice pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).
Dalam dokumen Laporan Hasil Penyelidikan R/ND-137/III/WAS.2.4./2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 kepada Kepala Divisi Propam Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, menyatakan adanya pembiaran terhadap aktivitas tambang batu bara ilegal oleh Polda Kalimantan Timur.
Selain Ismail Bolong, terdapat pula 15 orang lainnya yang disebut sebagai pemilik tambang batu bara ilegal. Selain itu, terdapat dua orang yang disebut sebagai penerima hasil tambang ilegal itu dan memiliki kedekatan dengan Pejabat Utama (PJU) Polda Kaltim.
Laporan menyebutkan para penambang batu bara ilegal itu memberikan “uang koordinasi” kepada para petinggi Polda Kaltim sejak Juli 2020.
Para pejabat di Polda Kaltim itu disebut sempat menerima uang koordinasi dari Ismail Bolong cs yang besarannya bervariasi antara Rp 30 ribu sampai Rp 80 ribu per metrik ton.
Selama Oktober hingga Desember 2021, menurut laporan tersebut, mereka diduga menerima uang dengan kisaran Rp 600 juta hingga Rp 5 miliar.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)