RUANGPOLITIK.COM-Irjen Pol. (Purn) Drs. DR. H. Ike Edwin, SH, MH, MM mengatakan Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo tak hanya bisa lolos dari jeratan pasal pembunuhan berencana bahkan bebas dari kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
Dang Ike, panggilnya, gelar Suttan Raja Lampung dari Kabupaten Waykanan, Pangeran Gusti Raja Mangkunegara dari Pesawaran, dan Karaeng Makulle dari Makassar mengatakan kemungkinan tersebut bisa jika melalui hukum adat.
“Ratusan tahun lalu, sebelum ada KUHP buatan Belanda untuk daerah jajahannya tahun 1887, masyarakat adat harmonis lewat kepatuhannya terhadap hukum adat,” katanya kepada RuPol, Kamis (1/9/2022).
Hal serupa dipaparkan Irjen Pol. (Purn) Drs. DR. H. Ike Edwin, SH, MH, MM pada kuliah umum pada mahasiswa baru S2 Ilmu Hukum Universitas Lampung (Unila) dalam rangka Pengenalan Sistem Akademik Pascasarjana ( PSAP), Sabtu (20/8/2022).
Di tempat yang sama, Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Dr. Asri Agung Putra, SH, MH, alumni FH Unila angkatan 1984 mengatakan terkait apa saja perkara yang bisa diselesaikan dengan restorative justice (RJ).
Berita Terkait:
Terpuruk Akibat Kasus Sambo, Habib Syakur: Polri Harus Berbenah Diri
Ferdy Sambo dan 5 Perwira Polisi Ditetapkan Sebagai Tersangka Obstruction of Justice
Ferdy Sambo Bisa Bebas dari Hukuman Mati, Ini Ulasan Hotman Paris…
Pecat tidak hormat Fredy Sambo, Nasdem Apresiasi Polri
“Restoratif justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Giat Justisia Ruat Coelum “Meski Langit Runtuh Keadilan Harus Ditegakkan,” ujar Dang Ike.
Kuncinya, kata Mantan Kapolda Lampung itu, keluarga korban memaafkan pelakunya. Sehingga, pemuka adat bisa menempuh jalur perdamaian atau denda terhadap pelakunya. Di Lampung, hukum adat Kuntara Raja Niti berlaku pada 400-500 tahun lalu.
Di daerah lain juga ada hal serupa, dicontohkan tokoh yang digadang-gadang calon gubernur Lampung 2024 itu kasus pembunuhan yang kemudian disepakati damai lewat prosesi bakar batu di Papua.
Namun, ujar Dang Ike, jika keluarga korban tidak menerima perdamaian maka hukumannya hukuman mati, dipancung atau ditenggelamkan selama tiga hari tiga malam. “Demikian pula sanksi kejahatan lainnya, hukum adat bisa menyelesaikannya tanpa berbelit-belit,” katanya.
Dia saksikan sendiri waktu masih kecil, katanya, kakeknya menyelesaikan kasus pencurian kerbau di wilayah marganya. Pelaku dan pemilik dipanggil kakeknya. Keduanya kemudian damai dengan ganti rugi. Namun, sanksi sosialnya berat sampai pelaku memutuskan keluar kampung.
Saat jadi kapolda Lampung, Irjen Pol. (Purn) Drs. DR. H. Ike Edwin, SH, MH, MM sudah menerapkan RJ. “Kasus kecil, pencurian ayam oleh kakek usia 80 tahun, saya tak tahan, lepaskan,” katanya.
Ada juga yang kemudian damai dengan kesepakatan ganti rugi sehingga menguntungkan kedua pihak. Dang Ike mengajak hitung-hitungan, jika diproses hukum, pencuri ayam setidaknya masuk penjara enam bulan.
Jika setiap hari biaya yang ditanggung negara untuk kebutuhan makannya Rp50 ribu per hari, berapa uang yang dikeluarkan negara selama 3 bulan. “Lebih baik, ketimbang juga cuma membuat makin padat penjara, pelaku membelikan 200 ekor ayam untuk ganti rugi kepada korbannya,” tukasnya.
“Saya sudah terapkan RJ itu, jauh sebelum ada perintahkan Kapolri,” katanya. Lewat RJ, mereka yang berkelahi lewat jalan damai malah bisa menjadi muary atau saudara, sekelik, sakai sambayan.
Jika penyelesaian semuanya disamaratakan lewat KUHP, tidaak tertutup kemungkinan menimbulkan dendam baru karena ada yang masuk penjara gara-gara ribut saat sama-sama nontor organ tunggal atau nonton bola.
Apalagi saat ini, banyak kasus yang masuk, penyidik sampai 3500 kasus per bulan atau setiap penyidik menangani 40-60 kasus per tahun. “Terlalu banyak persoalan, sebagian masalah sebetulnya bisa diselesaikan secara damai lewat restoratif justice, secara adat. (Her)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)