RUANGPOLITIK.COM-Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar (ES) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia (Persero).
“Sejak Senin 27 juni 2022, hasil ekspose kami menetapkan 2 tersangka baru yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda. Kedua SS (Soetikno Soedarjo) selaku Direktur Mugi Rekso Abadi,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).
Burhanuddin mengatakan, kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kendati demikian, Kejagung tidak melakukan penahanan. Pasalnya, kedua tersangka tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus yang ditangani KPK.
“Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK,” ujarnya.
Sebagai informasi, Emirsyah Satar menjabat sebagai Direktur Utama Garuda pada tahun 2005-2014. Emirsyah yang kini tengah ditahan di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, sebelumnya terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
Berita Terkait:
Kejagung Tetapkan Satu Orang Eks Pejabat Kementerian Perdagangan Jadi Tersangka Kasus Impor Baja
Ratusan Mahasiswa Minta Kejagung Usut Tuntas Kasus Korupsi Ekspor CPO
PKS: Kejagung Usut Keterkaitan Korupsi Minyak Goreng dengan Wacana Penundaan Pemilu
Masinton: Mafia Migor Sponsori Wacana Penundaan Pemilu, Ini Respons Kejagung
Dalam kasus itu, Emirsyah telah mengajukan kasasi. Namun, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan kasasi tersebut. Diketahui, dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan tiga tersangka.
Mereka adalah Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo. Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo.
Kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 8,8 triliun. Kerugian negara itu terjadi akibat pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan BUMN.
Adapun kerugian juga terjadi akibat para tersangka tidak menerapkan prinsip business judgment rule, sehinhga mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan. (ASY)
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)