Oleh: Yusuf Ibrahim | Wartawan Penikmat Sepakbola
RUANGPOLITIK.COM –“Yang Penting Lolos!” Begitu kata Arya Sinulingga dan Ibnu Jamil, merespon pendapat pengamat sepak bola, Tommy Welly, yang menyatakan STY akan “parkir bus” saat menghadapi Jepang, di program live talkshow Dua Sisi tadi malam, Kamis (14/11) di TVone.
Talkshow tersebut bertopik Asa Garuda Hadapi Sakura. Nara sumber yang hadir, Arya Sinulingg-Exco PSSI, Greg Nwokolo-mantan pemain naturalisasi Timnas, Ibnu Jamil-aktor dan celebrity, dan Tommy Welly atau Bung Towel-pengamat sepak bola. Dipandu host kenamaan kenamaan TVone, Dwi Anggia.
Saat sesi pertanyaan host, apa strategi dan taktik STY, kepada masing-masing nara sumber untuk pertandingan Indonesia versus Jepang nanti malam, Jum’at (15/11), Bung Towel membungkus pendapatnya bahwa STY akan melakukan taktik pragmatis dan strategi “parkir bus” alias bertahan total.
Pendapat Bung Towel itu sepertinya membuat tidak nyaman, ketiga narsum yang ada. Utamanya, Arya Sinulingga dan Ibnu Jamil. Mereka mendebat “mengeroyok” Bung Towel.
Arya Sinulingga merespon perndapat Towel dengan menyatakan, “Bagi Bung Towel kan, pragmatis. Bagi saya yang penting lolos… Mau dia (STY/Timnas) parkir bus, mau apa? Oke aja.”
Dan ketika Arya menyampaikan pendapatnya yang sempat bertumbuk ucap dengan Towel, celebritis Ibnu Jamil menyela ucapan Bung Towel dan mendukung pendapat Arya dengan pernyataan yang hampir mirip.
“Mau pragmatis, mau parkir bus, yang penting Indonesia bisa lolos!” Tegas Ibnu Jamil terhadap Bung Towel.
Pernyataan “Yang Penting Lolos” dimaksud adalah, Indonesia lolos ke putaran 4 babak kualifikasi piala dunia saat ini, dan terus tampil lolos sebagai peserta Piala Dunia 2026 di USA, Mexico dan Kanada.
Penulis yang menyaksikan langsung debat itu dari layar gadget dan sempat mengintip mereka di studio saat live, terusik dengan kata-kata “Yang Penting Lolos”.
Apakah memang harus sebegitunya timnas kita dalam meraih impian dapat poin, menangan, menjadi bagian dari yang terbaik di setiap fase hingga bisa lolos ke piala dunia?
“Nggak berbahaya, ta?” Kalau kata orang sono, mah. Mengingat, sejatinya sepak bola adalah bukan sekedar mencari menang-kalah-seri. Tapi juga berisikan spirit salah-benar-bijak.
Bagaimanapun ini masalah pilihan strategi meraih kesuksesan. Saya setuju pendapat Ibnu Jamil dalam talkshow itu, bahwa memang tidak salah dan diharamkan jika STY melakukan startegi “parkir bus”. Tapi apakah spirit itu tidak memiliki resiko? Apakah ada kebijakan didalamnya?
Iseng-iseng penulis mengulik literasi tentang tips meraih kesuksesan, kemenangan dan terhindar dari kekalahan.
Dan temuan penulis dari berbagai sumber menyatakan bahwa ada resiko dan dampak negatif jika kita apa-apa mengusung pernyataan Yang Penting ini dan itu, dalam meraih kesuksesan.
Resiko pertama, Mendorong kecurangan atau Ketidakjujuran.
Ketika fokus utama adalah menjadi menjadi yang pertama, juara, dan lolos dalam kontek ini, orang mungkin bisa saja terdorong untuk menggunakan cara-cara tidak etis, curang, dan manipulatif demi mencapai hasil tersebut. Ini bisa merusak integritas dan mengajarkan bahwa tujuan dapat membenarkan segala cara.
Resiko kedua, Mengabaikan Pengembangan Diri.
Fokus berlebihan pada hasil akhir bisa menghalangi seseorang untuk belajar dan berkembang. Misalnya, dalam proses belajar atau latihan serta kompetisi dalam hal ini, orang bisa mengabaikan keterampilan atau nilai-nilai yang penting, seperti sportivitas, kerja sama, dan ketekunan.
Resiko ketiga, Menghambat Kreativitas dan Eksplorasi.
Tekanan untuk menjadi selalu menjadi yang terbaik dan tetap eksis diakui, cenderung membuat seseorang enggan untuk mencoba hal-hal baru atau mengambil risiko, karena khawatir gagal. Padahal, kreativitas dan eksplorasi merupakan bagian penting dari perkembangan dan pencapaian jangka panjang.
Resiko keempat, Menciptakan Kompetisi yang Tidak Sehat.
Fokus berlebihan pada kemenangan bisa menumbuhkan dan mengajarkan persaingan yang tidak sehat, yang merusak hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa menciptakan permusuhan, kecemburuan, dan sikap saling menjatuhkan yang tidak kondusif.
Resiko kelima, Menanamkan Persepsi yang Salah tentang Kesuksesan.
Pernyataan seperti “yang penting lolos” bisa memberi kesan bahwa keberhasilan hanya diukur dari pencapaian puncak, bukan dari proses atau pengalaman yang didapat di perjalanan. Padahal, seringkali pembelajaran terbesar justru terjadi dari pengalaman gagal atau tantangan yang dihadapi.
Resiko keenam, Tekanan Kesehatan Mental.
Tekanan untuk selalu menang atau bisa lolos dapat menyebabkan stres berlebihan, kecemasan, dan perasaan tidak berharga jika gagal meraih juara. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental, terutama pada mereka yang masih dalam tahap pengembangan dan perkembangan.
Secara keseluruhan, meskipun berprestasi atau menjadi unggul/juara adalah hal yang baik, penting untuk menyeimbangkannya dengan pemahaman tentang proses, etika, dan pengembangan karakter.
Fokus pada pertumbuhan dan pembelajaran bisa memberikan kesuksesan yang lebih berkelanjutan dan sehat di masa depan. Masa depan sepak bola nasional, tentunya.
Demikian penulis, menulis di HP sambil ngopi pagi ini. Sambil senyam-senyum mengingat rekan podcast saya, Bung Towel, “dikeroyok” tiga narsum lainnya di Dua Sisi tadi malam.
Kalau tak ada Bung Towel, akan datar saja rasanya itu talkshow, karena nara sumber lainnya segaris dalam pemikiran.
Kepada Timnasku, semoga lawan Jepang nanti malam, bisa mencuri poin. Kalaupun harus pakai “parkir bus”, pakailah bus yang kekinian yang penuh warna, elegan, dan kencang lajunya. Dan jangan pakai klakson “tet-tet-toet” yang cuma bisa bikin hore-hore anak-anak kecil dipinggir jalan.. *