Ketut menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyatakan adanya kekeliruan atau kesalahan dalam keputusan hakim.
RUANGPOLITIK.COM – Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menegaskan bahwa kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Wongso telah selesai setelah melalui berbagai proses pembuktian dan pengujian di berbagai tingkatan pengadilan.
Ketut menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyatakan adanya kekeliruan atau kesalahan dalam keputusan hakim.
“Saya nyatakan bahwa kasus itu telah selesai, karena telah diuji lima kali dalam berbagai tingkatan pengadilan mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, bahkan telah dua kali dilakukan upaya hukum luar biasa berupa PK (peninjauan kembali),” ucap Ketut di Jakarta, Selasa (10/10).
Ketut memberikan pernyataannya terkait viralnya kasus yang dikenal dengan istilah “Kopi Sianida” melalui film dokumenter berjudul “Ice Cold” di salah satu layanan media digital. Film tersebut mempengaruhi opini publik terhadap kasus yang terjadi pada awal 2016.
Menurut Ketut, jaksa penuntut umum berhasil meyakinkan hakim dalam proses pembuktian, dan tidak ada hakim yang menyatakan Dissenting Opinion atau berbeda pendapat.
“Pembuktian tersebut telah sempurna menunjukkan saudara Jessica adalah pelakunya, sebagai orang yang dipersalahkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap,” jelasnya.
Ketut menekankan agar kasus Jessica Wongso tidak menjadi polemik, mengingat telah melalui proses yang benar dan sistem pembuktian yang benar selama hampir tujuh tahun. Ia mengacu pada asas hukum “Res Judicata pro veritate habetur” yang berarti semua putusan hakim harus dianggap benar.
“Oleh karena sudah melalui proses yang benar, sistem pembuktian yang benar, dan melakukan penilaian terhadap alat-alat bukti yang diajukan ditambah dengan keyakinan hakim,” tegasnya.
Ketut mengajak agar kasus Jessica Wongso tidak dijadikan polemik kembali, dan mengizinkan pihak yang dirugikan untuk menggunakan upaya hukum yang tersedia berdasarkan ketentuan UU yang berlaku.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)