Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Surabaya, Koes Atmaja Hutama, mengungkapkan bahwa perkara perceraian adalah jenis permohonan yang mengalami peningkatan signifikan.
RUANGPOLITIK.COM —Jumlah permohonan cerai yang diajukan di Pengadilan Agama (PA) Surabaya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Data terbaru menunjukkan bahwa hingga bulan Juni 2023, PA Surabaya telah menerima sebanyak 2.800 permohonan cerai.
Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Surabaya, Koes Atmaja Hutama, mengungkapkan bahwa perkara perceraian adalah jenis permohonan yang mengalami peningkatan signifikan.
“Perceraian mengalami peningkatan signifikan, hampir 10% lebih tinggi dibandingkan tahun 2022, baik itu cerai talak maupun gugat,” ungkap Koes Atmaja Hutama, Kamis (13/7/2023).
Dari total permohonan cerai yang masuk hingga Juni 2023, sebanyak 2.029 permohonan merupakan cerai gugat, sedangkan 776 permohonan lainnya merupakan cerai talak. Dengan demikian, total permohonan cerai yang diterima mencapai 2.805.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, terdapat 1.752 permohonan cerai gugat dan 674 permohonan cerai talak, dengan total 2.426 permohonan.
Koes Atmaja Hutama menjelaskan bahwa jumlah permohonan cerai cenderung meningkat setiap tahunnya.
“Setiap tahun permohonan cerai meningkat, setidaknya mencapai 6.000 permohonan. Pada pertengahan tahun ini saja sudah mencapai 2.805 permohonan. Berdasarkan data sebelumnya, peningkatan pasti terjadi,” ujarnya.
Menurut Koes Atmaja Hutama, faktor utama yang memengaruhi peningkatan perceraian pada tahun 2022 maupun 2023 adalah perselisihan antara pasangan suami istri. Dia menjelaskan bahwa permohonan cerai talak maupun cerai gugat seringkali dipicu oleh masalah-masalah sepele yang berawal dari media sosial (medsos).
“Media sosial menjadi penentu yang dominan dalam perselisihan. Pasangan suami istri sering kali saling berbeda pendapat dan berselisih karena alasan-alasan yang dipicu oleh media sosial,” jelas Koes Atmaja hutama.
Koes Atmaja Hutama menegaskan bahwa unggahan di medsos dapat memengaruhi pola hidup dan pemikiran pasangan suami istri. Akibatnya, mereka terjebak dalam emosi yang terus-menerus, saling memperlihatkan gengsi, dan enggan menurunkan ego, yang pada akhirnya membuat mereka memilih untuk bercerai.
“Contohnya, sebuah perbedaan pendapat tentang hormat kepada orang tua dapat menjadi sumber perselisihan yang kemudian diperparah oleh unggahan di medsos,” tambahnya.
Tidak hanya perselisihan, faktor ekonomi juga sering menjadi alasan permohonan cerai di PA Surabaya. Koes Atmaja Hutama menyebutkan adanya kesenjangan ekonomi antara suami dan istri yang kerap menjadi sumber masalah.
“Misalnya, istri yang bekerja memiliki gaji yang lebih besar. Suami memberikan uang, tetapi jumlahnya lebih kecil dari gaji istri sehingga istri merasa gaji suami kurang memadai. Atau sebaliknya, suami tidak peduli dan kurang bersyukur,” jelasnya.
Meskipun telah menerima lebih dari 2.800 permohonan cerai, Koes Atmaja Hutama menegaskan bahwa tidak semua permohonan tersebut akan langsung diputus dalam sidang. Jika masalah yang menjadi latar belakang permohonan cerai tidak terlalu mendesak, pihak pengadilan akan menyarankan mediasi sebagai langkah pertama.
“Sebagai pengadilan, kami hanya menerima permohonan cerai dan berusaha menyelesaikan masalah. Dalam beberapa kasus, kami menyarankan agar pihak yang berselisih menunggu dan mencoba mediasi terlebih dahulu,” tegasnya.
Koes Atmaja Hutama juga menyebutkan bahwa masyarakat Surabaya, yang semakin modern dan metropolis, memiliki standar yang lebih tinggi, sehingga idealisme dalam hubungan pernikahan juga lebih tinggi.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)