Oleh: Rijal Hanif
RUANGPOLITIK.COM — Beberapa hari yang lalu, ketika saya tengah fokus membaca suatu buku untuk menyelesaikan tugas ekonomi di perkuliahan, tiba-tiba saya dibuat penasaran dengan kalimat berikut ini:
“The powers not delegated to the United States by the Constitution, nor prohibited by it to the States, are reserved to the States respectively, or to the people.” (The last amendment (Amendment X) in the Bill of Rights of the U.S. Constitution states)
“Kekuasaan yang tidak dilimpahkan ke pemerintahan federal Amerika Serikat oleh konstitusi, atau dilarang, maka dikelola untuk masing-masing negara bagian, atau untuk rakyat.”
Di Amerika Serikat, kekuasaan Pemerintah Pusat (Federal) sangat terbatas. Aspek-aspek negara secara mayoritas dipegang oleh Pemerintah Daerah (State and Local Government). Sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia. Saya membatin, kenapa bisa? Di Indonesia, terutama sebelum adanya Undang-Undang Otonomi Daerah, segala hal diurus oleh Pemerintah Pusat di Jakarta. Mulai dari ekonomi, keamanan, pertahanan, sampai pendidikan, alias semuanya! Beragam pertanyaan datang mengusik pikiran, membuyarkan tugas ekonomi yang sedang dikerjakan, dan saya memutuskan untuk menuntaskan rasa penasaran terhadap desentralisasi yang terjadi di Indonesia.
Penelusuran Pertama
Pada penelusuran pertama, secara tidak sengaja saya tersadar adanya kesamaan dalam nama resmi negara. Amerika Serikat menggunakan “United States of Amerika”, apabila dibandingkan dengan “Negara Kesatuan Republik Indonesia” sama-sama ada sebuah kata kesatuan (united) di situ.
Namun apakah pendekatan otonomi daerahnya sama? Ternyata berbeda.
Amerika Serikat adalah sekumpulan daerah yang disatukan menjadi “United States” sedangkan Indonesia adalah negara kesatuan yang terdapat penyerahan sebagian kekuasaan pusat ke daerah. Secara dasar, di Amerika Serikat pelayanan publik merupakan ranah urusan Pemerintah Daerah.
Sedangkan di Indonesia pelayanan publik merupakan ranah urusan Pemerintah Pusat.
Sifat sentralistis Indonesia seolah terlihat juga pada UUD 1945. Pada UUD 1945, pemilihan umum secara langsung oleh rakyat hanya untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Menilik dari pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.***)
Sedangkan untuk kepala daerah terdapat pada pasal 18
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)
Jadi, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, sedangkan kepala pemerintah daerah dipilih secara demokratis. Secara demokratis pada pasal 18 tersebut tidak jelas apakah melalui penunjukkan oleh presiden, oleh DPRD, atau melalui rakyat dengan pemilu.
Penelusuran Kedua
Pada penelusuran kedua, saya mencari lebih lanjut tentang desentralisasi dan pengeluaran negara. Saya menemukan satu pernyataan menarik dari Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor. Dikutip dari kaltimprov.go.id, ketika pembahasan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD), ia mengusulkan 50% APBN diberikan kepada pemerintah daerah.
Apabila melihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022, belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) hanya sebesar 769 Triliun atau 28% belanja negara, hampir hanya setengah dari usulan Gubernur Kalimantan Timur tersebut.
Bagaimana dengan di Amerika Serikat yang lebih bersifat desentralistis? Ternyata pernah terjadi di Amerika serikat pada tahun-tahun terdahulu di mana pengeluaran negara secara mayoritas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (State & Local Government).
Pada sampel di tahun 1902 dan 1927 seperti grafik di atas, peran Pemerintah Daerah di Amerika Serikat sangat besar, bahkan melebihi 60% dari total pengeluarannya. Namun jumlah tersebut semakin turun seiring berjalannya waktu sampai pada tahun 2012 mayoritas pengeluaran justru di berada di Pemerintah Pusat (Federal).
Penelusuran Ketiga
Pada penelusuran ketiga, saya mencari tahu mengapa dibedakan pengeluaran yang berada pada wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sesuai Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam undang-undang meliputi hubungan luar negeri, keuangan, agama, hukum, dan peradilan. Sedangkan seluruh kewenangan di luar kelima tersebut adalah ranahnya Pemerintah Daerah.
Salah satu contoh dari kewenangan keuangan pada Pemerintah Pusat adalah Pemerintah Daerah tidak bisa berutang langsung ke luar negeri tanpa melalui Pemerintah Pusat . Pelaksanaan utang ke luar negeri harus melalui Pemerintah Pusat karena apabila di kemudian hari Pemerintah Daerah tersebut tidak bisa membayar atau telat membayar utangnya, maka yang terkena imbas reputasi buruk tidak hanya Pemerintah Daerah itu saja, tapi seluruh Pemerintah Indonesia dan Negara Indonesia.
Selain karena keperluan strategis seperti utang di atas, kewenangan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat diperlukan karena dua sebab lain yaitu eksternalitas positif yang meluas, dan skala ekonomi dari penyediaan layanan publik. Contoh eksternalitas positif yang meluas adalah pendidikan.
Sekolah yang bagus tidak hanya menimbulkan keuntungan untuk suatu daerah tertentu, tetapi terdapat eksternalitas positif yang meluas bahkan ke seluruh negara. Karena luasnya efek eksternalitas positif tersebut, pihak yang memegang wewenang haruslah dipegang oleh otoritas yang lebih tinggi.
Terakhir, yaitu skala ekonomi dari penyediaan layanan publik, yang salah satu contohnya adalah mengenai ketahanan negara yang harus dipegang wewenangnya oleh Pemerintah Pusat.
Penelusuran Keempat
Pada penelusuran keempat, mulai terpikirkan oleh saya mengapa desentralisasi harus hati-hati dilakukan? dan mengapa peran Pemerintah Pusat (Federal) Amerika Serikat justru semakin hari semakin besar sesuai grafik di atas tadi? Terdapat satu jurnal penelitian menarik yang saya temukan, jurnal tersebut ditulis oleh Anisah Alfada yang berjudul “Does Fiscal Decentralization Encourage Corruption in Local Governments? Evidence from Indonesia”.
Pada jurnal tersebut disebutkan bahwa:
Existing studies have made inconclusive findings on the relationship between the degree of fiscal decentralization and corruption. A higher degree of expenditure decentralization revealed a positive, robust, and statistically significant effect on corruption (Alfada, 2019).
Berdasarkan penelitian tersebut, semakin tingginya pengeluaran negara terdesentralisasi maka semakin besar pula angka korupsi yang terjadi. Berdasarkan data dari KPK, terdapat kenaikan kasus korupsi dari data tahun 2004 sampai 2014. Sejalan dengan itu, adanya pajak daerah juga seolah memfasilitasi kenaikan kasus korupsi di Pemerintah Daerah. Penelitian ini berkontradiksi dengan hipotesis yang mengatakan pajak daerah akan membuat Pemerintah Daerah tidak lagi mencari-cari korupsi.
Jurnal penelitian tersebut juga memberikan tiga cara untuk mengurangi masalah korupsi di Pemerintah Daerah. Yaitu:
Meningkatkan fungsi pemantauan dan audit oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.
Meningkatkan budaya demokrasi dan mendorong calon kepala daerah yang berasal dari daerah lainnya. Calon kepala daerah heterogen dan stabilitas politik dapat memitigasi korupsi dengan lebih baik.
Memperbaiki transparansi dan akuntabilitas Pemerintah Daerah. Adanya perpindahan kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah ternyata tidak diimbangi dengan standar transparansi dan standar akuntabilitas, sehingga perlu adanya perbaikan akan pemenuhan standar tersebut.
Akhir Penelusuran
Akhir dari hasil penelusuran, saya menyimpulkan bahwa cita-cita Indonesia untuk memajukan bangsa dari desa (daerah) yang mana instrumennya adalah dari pemberian anggaran lebih besar harus diikuti dengan tiga fungsi yaitu pengawasan, demokrasi, serta transparansi dan akuntabilitas. Tanpa usaha-usaha tersebut, perluasan otonomi daerah justru bisa menjadi kesempatan korupsi oleh oknum aparat daerah.
Melihat dari perkembangan penganggaran di Amerika Serikat yang semakin besar persentase anggaran Pemerintah Pusat (Federal), Pemerintah Pusat Indonesia mungkin masih mempertimbangkan bahwa adanya sebagian daerah yang belum menjalankan ketiga fungsi tersebut menjadikan otonomi daerah dengan pemberian anggaran yang lebih besar belum dapat dilakukan. Sehingga walaupun Indonesia sudah melaksanakan otonomi daerah, kekuasaan Pemerintah Daerah dalam dengan pemberian anggaran yang besar masih belum bisa sebesar Pemerintah Pusat.
Akhirnya, selesai sudah penelusuran panjang saya, hasil penelusuran saya susun, dan saya rapihkan untuk menjadi ide dasar penulisan artikel yang anda baca ini, oh iya bagaimana tugas ekonominya? Ah, besok saja saya kerjakan.
Sumber
Gruber, Jonathan. Public Finance and Public Policy. New York, NY :Worth Publishers, 20052004.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lembaran Negara RI Tahun 2021 Nomor 6. Sekretariat Negara. Jakarta.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 32. Sekretariat Negara. Jakarta.
Alfada, Anisah. Does Fiscal Decentralization Encourage Corruption in Local Governments? Evidence from Indonesia. Journal of Risk and Financial Management, 12,118.
Humas Prov. Kaltim. “UNTUK RUU HKPD, GUBERNUR ISRAN USULKAN 50% APBN UNTUK DAERAH” kaltimprov.go.id/berita/untuk-ruu-hkpd-gubernur-isran-usulkan-50-apbn-untuk-daerah. Diakses pada 27 November 2022.
Penulis adalah Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
Editor: Syafri Ario
(Rupol)