Oleh: Pakar hukum tata negara Feri Amsari
RUANGPOLITIK.COM —Pakar hukum tata negara Feri Amsari menegaskan bahwa putusan perkara uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tetap sah meski hanya delapan dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang ikut dalam rapat permusyawaratan.
“Sah karena di dalam rapat pun sudah kuorum. Walaupun satu tidak hadir itu sudah kuorum yang memperbolehkan hakim membuat putusan,” kata Feri kepada awak media, Kamis (15/6/2023).
Ia menjelaskan berdasarkan ketentuan MK, kuorum rapat untuk mengambil keputusan sekurang-kurangnya dihadiri oleh tujuh orang hakim. Dengan demikian, satu orang hakim yang tak hadir dalam rapat tersebut tak bisa menyandera proses dalam menentukan putusan.
“Kalau kemudian rapat permusyawaratan hakim itu ditinggalkan satu orang lalu tidak sah, satu orang kemudian menyandera proses jatuhnya putusan, jadi tidak benar ya konsep dijelaskan bahwa itu tidak sah,” jelasnya.
“Sepanjang memenuhi kuorum dia sah. Yang penting di dalam sidang hakim tersebut hadir. Jadi tidak ada persoalan,” sambungnya.
Adapun rapat permusyawaratan hakim untuk memutus perkara uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 hanya diikuti delapan dari sembilan hakim MK.
Delapan hakim konstitusi yang ikut dalam rapat yaitu hakim ketua sekaligus anggota Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim Manahan M.P. Sitompul absen dalam rapat yang digelar pada Rabu (8/6) itu.
Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan jumlah delapan hakim konstitusi yang hadir di rapat permusyawaratan hakim tak melanggar hukum acara. Ia menjelaskan rapat untuk menentukan putusan minimal dihadiri tujuh hakim.
“Menurut ketentuan hukum acara kita, minimal putusan itu diambil oleh tujuh hakim konstitusi,” ujar Saldi dalam jumpa pers usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).
Ia mengatakan saat rapat permusyawaratan hakim, Mahanan sedang bertugas ke luar negeri. Namun, Manahan tetap hadir dalam sidang pengucapan putusan. Menurut Saldi, hal itu tidak masalah.
“Misalnya kalau saya tidak hadir di (rapat) putusan itu, saya boleh tetap hadir di pengucapan. Bahkan, mengucapkannya pun boleh,” katanya.
Sementara itu, pada sidang pengucapan putusan hari ini, hakim konstitusi Wahiduddin Adams justru tak hadir karena bertugas ke luar negeri. Saldi menjelaskan Wahiduddin baru berangkat pada Rabu (14/6) malam.
MK telah menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu agar sistem pemilu dilakukan melalui proporsional tertutup. Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka.
Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu. Hakim konstitusi Sadli Isra mengatakan dalam setiap sistem pemilu terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)