RUANGPOLITIK.COM-Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf membeberkan kriteria calon presiden 2024 yang ideal menurut lembaganya.
Gus Yahya menyebut, sosok itu haruslah yang takut dengan Tuhan dan mengasihi rakyat. Selain itu orang itu juga mesti bijaksana dan cerdas.
“Yang cerdas, yang bijaksana, yang takut kepada Tuhan dan mengasihi rakyatnya,” kata Gus Yahya usai membuka Sosialisasi ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference 2023 di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (15/6/2023).
Selain itu, lanjut Gus Yahya, urusan Pilpres 2024 tak mesti dibuat rumit, ini semua cuma soal prosedur, dan bukan pertarungan hidup dan mati.
“Kembali kepada warisan tadi, harmoni dan toleransi, jangan ribet ini, cuma prosedur saja kok, kita bukan mau bertarung hidup mati soal presiden,” ujar Gus Yahya.
Meskipun demikian, Gus Yahya sebelumnya menegaskan PBNU tak bisa dikaitkan dengan pencapresan pada Pilpres 2024. Hal itu disampaikan Gus Yahya saat ditanya wartawan di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (9/6/2023).
“Dukungannya dukungan apa? Wong NU ini bukan parpol. Saya tuh bolak-balik sampai teriak-teriak soal ini, NU bukan parpol, NU tidak dalam posisi untuk memberikan dukungan politik,” tegas Yahya kala itu.
Sebelumnya, sejumlah tokoh yang diasosiasikan dengan NU masuk bursa kandidat Pilpres 2024. Beberapa di antaranya Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri BUMN Erick Thohir, hingga Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.
Kala itu, Yahya mengaku tak masalah jika di kemudian hari ada tokoh NU yang maju dalam Pilpres 2024. Akan tetapi, Yahya memastikan PBNU sebagai lembaga tak akan menyatakan sikap dukungan.
Menurutnya, satu-satunya hal yang bisa dilakukan PBNU pada Pilpres 2024 adalah menjaga keharmonisan di masyarakat. PBNU akan mengingatkan masyarakat Pilpres 2024 hanya sebuah cara menentukan pemerintahan. Yahya berkata masyarakat harus kembali bersatu setelah kompetisi politik selesai.
“Ini cuma prosedur, ini bukan jihad fisabilillah, bukan perang badar, bukan soal hidup-mati, ini cuma soal prosedur untuk menentukan pejabat pemerintah yang dalam hal ini adalah presiden,” imbuhnya.
EDITOR: Adi Kurniawan
(RuPol)