OCHA juga masih terbuka terhadap bertambahnya penghitungan total pengungsi akibat perang saudara di Sudan.
RUANGPOLITIK.COM —Pecahnya perang saudara di Sudan telah berlangsung selama enam minggu terakhir. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan data pengungsi yang mencapai lebih dari 1,2 juta orang akibat konflik itu.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), mengatakan bahwa laporan data pengungsi didapat berdasarkan peninjauan langsung di Sudan.
OCHA juga masih terbuka terhadap bertambahnya penghitungan total pengungsi akibat perang saudara di Sudan.
Saat ini, OCHA tetap berupaya menyalurkan bantuan kemanusiaan yang seiring meningkatnya akses jalur damai menuju Sudan.
“Sementara itu, kami dan mitra kami terus memberikan bantuan di mana pun dan kapan pun kami bisa,” ujar laporan OCHA, dikutip RuPol, Kamis, 1 Juni 2023.
“UNFPA (Dana Kependudukan PBB) memasok obat-obatan dan peralatan kesehatan reproduksi ke rumah sakit bersalin di Wad Medani yang terletak di Negara Bagian Al-Jazirah,” kata tambahan rilis OCHA.
Senada dengan OCHA, Program Pangan Dunia (WFP) juga memiliki laporan terkait pengungsi Sudan, bahwa mereka sudah menyalurkan makanan layak konsumsi untuk sekira lebih dari 782 ribu orang selama empat minggu terakhir.
WFP juga ikut memberi bantuan layanan komunikasi darurat untuk semua badan PBB dan komunitas kemanusiaan di Sudan. Hal ini karena jalur konektivitas dasar masih sulit dilakukan rakyat negara itu.
Sebelumnya, Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Yassir Mohamed Ali telah membeberkan klaim bahwa kerusuhan yang terjadi di negaranya bukan perang saudara, melainkan tindakan pembelaan diri untuk memberantas pemberontak bersenjata.
Dalam hal ini, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) disebut sebagai kelompok yang berupaya mengkudeta pemerintahan resmi di Sudan.
Yassir menuturkan kelakuan kelompok RSF dengan sejumlah aksi kejam untuk mewujudkan perebutan kekuasaan di pucuk pimpinan Sudan.
Hal ini yang membuat pasukan militer pemerintah Sudan (SAF) bergerak melawan aksi pemberontakan RSF.
Meskipun akibatnya, semua lokasi strategis di Ibu Kota Sudan, Khartoum dalam sekejap berubah menjadi zona perang antara SAF melawan RSF.
“Ini lebih merupakan tindakan yang tak terhindarkan oleh SAF terhadap kelompok pemberontak bersenjata yang berupaya melakukan kudeta untuk merebut kekuasaan,” ujar Yassir Mohamed Ali dalam pernyataan beberapa waktu lalu.
Editor: B. J Pasaribu
(RuPol)