RUANGPOLITIK.COM — Menyusul akan dibentuknya Koalisi Besar oleh masing-masing Ketum Parpol dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk berada dalam satu gerbong di Pilpres 2024 diprediksi akan mengalami riak atau conflict interest jika PDIP masuk didalamnya.
Berdasarkan hasil survei terbaru yang direlease oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), ditemukan bahwa Prabowo menjadi capres potensial yang paling banyak dipilih dengan persentase 30,3%. Kemudian, Ganjar Pranowo menempati posisi kedua dengan elektabilitas sebesar 26,9% dan disusul Anies sebesar 25,3%.
Namun, bagaimanakah dinamika yang akan muncul jika Koalisi Besar ini nanti akan terbentuk? Mengingat masing-masing parpol memiliki kandidat unggul. Menurut
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan jika Koalisi Besar terbentuk maka yang potensial menjadi capres adalah Prabowo Subianto.
“Kalau yang dimaksud koalisi besar adalah gabungan KIB dan KKIR, maka capres yang lebih masuk akal dan mudah mereka sepakati adalah Prabowo,” ungkap Djayadi Hanan kepada RuPol, Minggu (9/4/2023).
Ia juga mengatakan jika Prabowo memiliki tiga keunggulan dibanding kandidat lain.
“Prabowo punya tiga keunggulan sekaligus: elektabilitas tinggi, partainya setara dengan Golkar alias partai terbesar, dan dia di-endorse oleh Jokowi,” ujarnya.
Djayadi melihat persoalan akan menjadi rumit ketika penentuan cawapres karena di sini banyak nama besar yang tentunya juga dikenal luas oleh publik. Sehingga keputusan untuk penentuan cawapres nanti akan menyesuaikan sesuai dengan arahan Jokowi.
“Tapi soal cawapres mungkin akan alot karena PKB ingin Muhaimin, Golkar ingin Airlangga atau Ridwan Kamil, PAN dan PPP ingin Erick Tohir. Mungkin juga Prabowo ingin Khofifah. Tapi selama Jokowi menjadi pemimpin koalisi besar, maka keputusan soal cawapres bisa diselesaikan dengan mengikuti saran Jokowi,” urainya.
Namun, ia melihat situasi akan mengalami sedikit dinamika dan riak jika PDIP bergabung ke Koalisi Besar ini. Karena diprediksi sulit adanya kesesuaian terkait capres dan cawapres yang akan diusulkan.
“Koalisi besar justru akan lebih sulit bertahan kalau PDIP gabung. Karena PDIP pasti mau bawa capres atau cawapres, yang belum tentu cocok dgn partai partai KIB dan KKIR,” tegasnya.
Karena itu, Djayadi justru merasa akan sulit tercapainya kesepakatan jika PDIP bergabung dalam Koalisi Besar ini. Mengingat adanya kepentingan antar masing-masing elit yang sulit mencapai satu kesepakatan.
“Selain itu, tanpa PDIP, KIB dan KKIR adalah tim Jokowi. Tapi kalau PDIP gabung, muncul pertanyaan apakah mereka tim Jokowi atau tim Megawati,” pungkasnya. (IY)
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)