Saya percaya dengan penilaian MK, makanya kita percayakan saja. Keputusan MK itu nanti akan memenuhi kebutuhan bangsa saat ini
RUANGPOLITIK.COM – Ketua Pansus RUU Pemilu No 7 Tahun 2017 Lukman Edy, ikut bersuara tentang kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke Sistim Proporsional Tertutup atau coblos partai. Menurut politisi senior itu, usulan kembali ke sistim coblos partai bisa saja terjadi, karena tidak menyalahi Undang-undang Dasar 1945.
“Mau terbuka dan tertutup itu sama-sama tidak menyalahi UUD, karena kalau tertutup itu melanggar UUD, produk-produk hang dulu berarti juga salah,” ujarnya ketika berbincang dengan RuPol di Jakarta Selatan, Selasa (17/01/2023).
Jika tidak menyalahi UUD, maka tidak tertutup kemungkinan sistim itu kembali dipakai jika memang situasi dan kondisi membutuhkan.
Mantan Menteri Pembangunan Desa Tertinggal (PDT) tersebut, juga memberikan apresiasi terhadap usulan yang bermula dari PDIP tersebut, karena menandakan adanya dinamika politik yang terus berdenyut.
“Kita apresiasi lah, mungkin teman-teman PDIP melihat saat ini perlu diterapkan tertutup. Begitu juga dengan 8 partai yang menolak, mungkin alasannya juga ada. Tapi alasannya bisa ‘membunuh demokrasi’ jelas tidak tepat. Justru PDIP sedang menghidupkan demokrasi, karena menyampaikan suara-suara yang berkembang di masyarakat,” terangnya.
Jika melihat lagi sistim demokrasi di Indonesia, kata Lukman memang berbeda dengan demokrasi di luar negeri yang cenderung liberal. Demokrasi Indonesia itu digali dari nilai-nilai yang tumbuh di Nusantara, yang salah satunya adalah nilai saling menghargai dan menghormati, tidak seperti pasar bebas.
Sistim Proporsional Terbuka seperti saat ini, memang lebih terlihat seperti pasar bebas, bahkan partai politik hanya berperan sebagai kendaraan saja.
“Inilah jeleknya sistim terbuka itu, fungsi parpol sebagai ‘kawah candradimuka’ bagi para calon-calon pemimpin bangsa sudah tergerus habis. Jika diterapkan tertutup maka fungsi ini akan kembali berjalan. Dan harus kita akui, PDIP sudah berhasil menjalankan fungsi ini dengan baik,” sambungnya.
Saat ditanyakan pendapatnya secara pribadi, Lukman Edy menyerahkan semua kepada Mahkamah Konstitusi (MK), karena semua tergantung cara memandang Hakim-hakim Konstitusi terhadap situasi dan dinamika politik saat ini.
“Saya percaya dengan penilaian MK, makanya kita percayakan saja. Keputusan MK itu nanti akan memenuhi kebutuhan bangsa saat ini. Nantinya keputusan MK itu bisa menolak dan tetap terbuka seperti sekarang, dan bisa juga memerintahkan untuk perbaikan atau revisi. Partai-partai yang di DPR harus lakukan itu,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS) Sholeh Basyari, juga menilai langkah untuk mengkaji ulang apakah sistim terbuka itu masih tepat pada saat ini.
“Kedua sistim ini kita pernah gunakan, jadi tinggal menilai mana yang paling tepat. Kalau saya pribadi melihat sistim terbuka ini lebih kepada kualitas parlemen. Kita harus akui kualitas parlemen kita menurun jauh, apalagi jika dibandingkan dengan masa-masa dulu saat pemilu coblos partai,” katanya melalui keterangan tertulis kepada RuPol, Selasa (17/01/2023).
Aktivis Nahdlatul Ulama ini meminta kepada partai-partai politik, untuk tidak buru-buru menutup peluang mengkaji ulang tersebut.
“Ya, santai saja seharusnya. Biarkan saja bergulir di MK, jangan latah dan buru-buru menolak. Seperti ketakutan saja akan ditinggal caleg-calegnya. Hehe…” pungkas Sholeh. (ASY)
Editor: Syafri Ario
(Rupol)