RUANGPOLITIK.COM— Delapan partai politik (parpol) disebut telah menunjukkan perlawanan terbuka dengan menolak wacana sistem proporsional tertutup Pemilu2024.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan, sistem proporsional terbuka sejak Pemilu 2004 wujud demokrasi Indonesia.
“Di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik, kami tidak ingin demokrasi mundur!” tegas Airlangga saat menyampaikan sikap penolakan bersama beberapa parpol lain di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Jakarta, Minggu (8/1/2023).
Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut wacana penggantian sistem proporsional terbuka ke tertutup tak ubahnya seperti membeli kucing dalam karung.
“Jika terjadi sistem pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya. Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung,” tegas AHY.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menyebut perlawanan tersebut diarahkan kepada operasi untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup.
“Langkah delapan fraksi di Senayan yang kompak menolak pelaksanaan sistem proporsional tertutup merupakan bentuk perlawanan terbuka terhadap operasi pengembalian sistem kekuasaan yang sentralistik,” kata Umam, Senin (9/1/2023).
Adapun yang dimaksud sistem proporsional tertutup, yakni parpol mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nantinya, nomor urut ditentukan oleh parpol.
Melalui sistem proporsional tertutup, setiap parpol memberikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan (Dapil).
Atas dasar itulah, delapan parpol menolak tegas. Delapan parpol tersebut meliputi, Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Di sisi lain, wacana sistem proporsional tertutup telah membuka jalan bagi sebagian parpol pemerintah dan oposisi untuk menyatakan sikap penolakan yang sama.
Menurut Umam, kegentingan terhadap sistem proporsional tertutup berhasil mengkonsolidasikan parpol pemerintah dan oposisi untuk bersatu padu melawan kekuatan yang mendukung wacana tersebut.
Umam menilai sikap penolakan delapan parpol ini bisa menghadirkan public pressure atau tekanan politik terhadap operasi politik-hukum yang berjalan untuk merealisasikan sistem proporsional tertutup.
Akan tetapi, ia menuturkan, kesamaan sikap tersebut akan mudah pecah dan digembosi apabila komitmen delapan parpol tidak solid.
“Jika putusan MK bisa dibajak oleh selera kekuasaan, lalu putusan MK keluar pada Februari 2023 misalnya, maka hal itu akan mengacaukan semua tahapan, persiapan dan strategi internal partai-partai politik menuju Pemilu 2024,” kata Umam.
Tanggapan juga disampaikan Titi Anggraini Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, pertemuan tersebut contoh baik bagi pemilih menjelang Pemilu 2024.
“Itu pesan bagi publik juga bahwa dinamika Pemilu adalah dinamika yang sangat lentur. Oleh karena itu, masyarakat jangan sampai mengalami polarisasi yang membelah persatuan dan kesatuan,” ujarnya kepada wartawan, Senin (9/1/2023).
Menurutnya, itu menjadi pembelajaran bagi rakyat bahwa dalam perbedaan sekali pun, tetap ada persamaan yang membuat dinamika politik di tengah perbedaan itu bisa tetap menemukan kesamaan.
Editor: Ivo Yasmiati
(RuPol)